Menuju Etika & Hukum Sebagai Pondasi Politik Yang Berkeadilan di Indonesia

Dr. Fully Handayani Ridwan, SH, MKN, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia sebagai pembicara menjelaskan bahwa dalam konteks relasi hukum dan etika, lembaga-lembaga hukum di Indonesia sebenarnya sudah memiliki aturan, prosedur dan perangkat-perangkat pengawasan etika.

“Ada Dewan Etik di Mahkamah Konstitusi, di pengadilan, di kepolisian, di DPR, di KPK dan lainnya. Problemnya tinggal apakah aturan, prosdur dan perangkat-perangkat itu dijalankan dan menjalankan tugas sebaik-baiknya atau tidak. Seringkali hal itu tidak berjalan baik karena menyangkut kepentingan penguasa dan pejabat. Selain itu juga memang dbutuhkan control civil society dan masyarakat luas dalam pengawasan. Sekarang ada internet yang bisa menjadi media efektif dan strategis untuk memainkan fungsi control itu.” Jelas Fully.

Lebih lanjut Fully menyatakan bahwa etika juga harusnya tidak hanya menjadi concern pemimpin, pejabat dan politisi saja, akan tetapi juga semua. Masyarakat juga harus beretika jangan anarkhis, main hakim sendiri, menyebarkan hoax, fitnah, black campaign dan sejenisnya. Hal itu bisa mengaburkan opini public tentang mana yang baik dan yang buruk sehingga etika menjadi terjungkir balikkan.

“Dunia pendidikan sendiri juga masih krisis etika. Dosen-dosen terpaksa sibuk dengan urusan administratif sehingga pendidikan etika kepada mahasiswanya menjadi kurang maksimal. Jadi relasi hukum dan etika harus dilihat secara makro dan mikro, di level atas: pemimpin, pejabat, politisi dll., dan di level bawah atau rakyat.” Tegas Fully.

Pembicara terakhir Kyai Agus Heryanto selaku pengasun Pesantren Alam al-Anwari Madani menegaskan komitmen pesantren untuk turut menjaga hukum dan etika sebagai pondasi politik yang berkeadilan.

Hal itu menurut kyai Agus, bisa dimulai dari yang kecil-kecil dulu. Di pesantren ada aturan-aturan yang harus ditegakkan. Para santri dan santriwati juga diajari dan dibiasakan untuk berperilaku baik, sopan santun (fatsoen) dan menjunjung tinggi etika.

“Pesantren sadar, santi dan santriwati kelak akan terjun ke masyarakat, tidak hanya jadi pendakwah dan tokoh agama tapi juga bisa jadi pemimpin, pejabat, politisi dan sejenisnya. Harapannya ketika hal itu tercapai, alumni pesantren menjadi pemimpin yang memegang teguh dan menjunjung tinggi hukum dan etika dalam menjalankan kepemimpinannya” pungkasnya.

Komentar