Propaganda Papua Merdeka Marak Menyebar dari Luar Negeri, Apa Penyebabnya?

Jurnalpatrolinews – Jakarta : Dalam setiap tahunnya, negara kecil di Kawasan Pasifik, Vanuatu selalu gencar menyuarakan pendapat yang bermuarakan pada upaya memerdekakan Papua. Hal ini diketahui cukup mengusik seluruh komponen rakyat Indonesia, tidak lepas pula pada seorang Duta Besar Indonesia untuk negara Selandia Baru, Tantowi Yahya.

Keberadaannya di Selandia Baru membuat Tantowi melek akan dinamika perpolitikan di Kawasan Pasifik, tidak terkecuali oleh negara Vanuatu. Sebab tugas pokok yang diembannya juga dikaitkan dengan membangun komunikasi secara menyeluruh terhadap berbagai negara di Kawasan Pasifik.

Tantowi melalui temuan faktanya, menganggap bahwa Vanuatu adalah hasil dari ekspansi besar-besaran orang Papua dimasa lampau.

“Apa yang menjadikan Vanuatu begitu gencarnya mendukung gerakan separatis di Papua, salah satu faktornya adalah orang Papua pada masa lalu sering melakukan eksplorasi ke wilayah-wilayah di Pasifik. Banyak yang akhirnya menetap dan mendiami sebuah pulau, sehingga terbentuknya negara-negara kecil disana,” ungkap Tantowi dalam keterangannya.

Tantowi menyebutkan bahwa penduduk di Vanuatu merupakan perantau asal Papua. Sehingga semangat-semangat keterikatan batin itu yang masih digenggam sampai saat ini. Namun pihaknya menyesali terkait banyaknya sentiment oleh penduduk Vanuatu mengenai Papua.

“Semua itu berdampak pada kondisi Papua sat ini. Kampanye dan aspirasi tentang memerdekakan Papua masih sering ditemui. Namun sangat disayangkan karena itu sudah mengusik rumah tangga negara lain,” ujarnya.

Apa yang disampaikan oleh Tantowi pun masih sangat terkait dengan kondisi yang terjadi di Papua saat ini, bahkan penduduk Papua tidak jarang masih sering melakukan perjalanan yang notabene sudah melewati batas-batas sah sebuah negara.

Hal itu tercermin dari eksistensi kelompok separatis Papua yang merasa vokal untuk menyuarakan pendapatnya ketika berada di negara lain. Kita lihat saja sosok-sosok seperti Viktor Yeimo, Jeffrey Pagawak, Lewis Prai Wellip, bahkan Benny Wenda ataupun Herman Wanggai. Tentunya tokoh-tokoh tersebut hanya mewakili karena banyaknya orang Papua yang masih berada diluar negeri sampai dengan saat ini.

Kondisi yang demikian cukup mengganggu situasi perpolitikan di Papua. Seorang Viktor Yeimo yang merupakan pentolan organisasi Komite Nasional Papua Barat misalnya, ia selalu mendesak berbagai kalangan yang sebenarnya tidak memiliki relevansi dengan arah perjuangannya. Dalam upaya memerdekakan Papua akan jelas melanceng dari seruan aksi ketika pihaknya mendorong pernyataan tentang melengserkan seorang Rektor Universitas.

Oleh sebab itu, berbagai kalangan dan para peneliti menyadari bahwa kelompok separatis akan terus menyasar berbagai sektor dalam melancarkan aksinya.

Bahkan dalam beberapa waktu lalu, seorang Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Pemuda Mandala Trikora Provinsi Papua, Albert Ali Kabiay sempat bersentimen dengan Veronica Koman.

Kabiay dalam kesempatannya kala itu menegaskan bahwa Veronica Koman yang saat ini masih berdiam di Australia tidak jauh lebih mengerti kondisi riil yang terjadi di Papua. Dikatakan bahwa Veronica hanya bisa melakukan provokasi sehingga mengguncangkan isu yang mengancam situasi secara umum. Tidak akan lupa ketika Veronica berhasil meluluh lantahkan tanah moyang leluhur Papua hanya dengan sebuah cuitan di media sosial pada 2019 lalu.

Meski demikian, menyadari akan semua itu mulai bangkit semangat kebangsaan yang dibawakan oleh anak-anak Papua untuk menjaga persatuan dalam bingkai keharmonisan NKRI. Selain didasari pada taken Pendapat Rakyat Papua (Pepera) tahun 1969 yang menyatakan bahwa Papua merupakan bagian tak terpisahkan dari NKRI, saat ini banyak rakyat Papua yang lebih berpikir tentang bagaimana cara menyambung kehidupan yang lebih layak.

Sebab telah dikatakan bahwa orang Papua lelah dengan janji-janji dan omong kosong yang selalu diumbar oleh para pemimpin gerakan pembebasan Papua. Hal ini juga berkaitan erat dengan serangkaian konflik yang sengaja diciptakan namun pada akhir cerita selalu orang Papua yang menjadi korban.

Komentar