Sikap Kritis Puan Disusul Serangan Duo PDIP ke Luhut-Jokowi

JurnalPatroliNews, Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani kerap melontarkan kritik atas kebijakan pemerintah menangani pandemi Corona. Menyusul Puan, dua legislator PDIP pun mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dalam penanganan Corona.

Kritikan Puan Maharani terkait penanganan pandemi COVID-19 yang dilakukan pemerintah salah satunya perihal aturan makan 20 menit. Puan khawatir aturan makan 20 menit hanya akan menjadi lelucon.

Puan mengingatkan pemerintah harus bisa menjelaskan dengan rinci aturan-aturan baru yang menjadi sorotan masyarakat, misalnya aturan makan 20 menit selama PPKM level 4 di sejumlah wilayah. Puan khawatir akan timbul dampak buruk jika pemerintah tidak bisa menjelaskan secara rinci perihal aturan makan 20 menit itu.

“Pemerintah harus bisa menjelaskan mengapa aturan batasan waktu makan tersebut bisa dianggap efektif untuk mencegah penularan. Kemudian soal teknis pengawasannya bagaimana? Apakah hanya perlu kesadaran masyarakat atau bagaimana? Ini harus dijelaskan rinci,” kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/7/2021) lalu.

“Kalau ini dibiarkan tanpa penjelasan, dan akhirnya hanya menjadi lelucon di tengah masyarakat. Saya khawatir ini justru akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” sambung peraih gelar doktor honoris causa dari Universitas Diponegoro itu.

Sementara itu, Effendi Simbolon anak buah Puan di DPR, menyalahkan Presiden Jokowi yang dinilainya tidak mau menerapkan lockdown sejak awal pandemi COVID-19. Dalam hal ini, anggota Komisi I DPR ini merespons pernyataan pakar epidemiologi asal Universitas Indonesia Pandu Riono yang menyebut Indonesia sedang menuju jalur jebakan pandemi.

“Pemerintah sejak awal tidak menggunakan rujukan sesuai UU Karantina itu, di mana kita harusnya masuk ke fase lockdown. Tapi kita menggunakan terminologi PSBB sampai PPKM. Mungkin di awal mempertimbangkan dari sisi ketersediaan dukungan dana dan juga masalah ekonomi. Pada akhirnya yang terjadi kan lebih mahal ongkosnya sebenarnya, PSBB itu juga Rp 1.000 triliun lebih ya di tahun 2020 itu,” ujar Effendi kepada wartawan, Sabtu (31/7/2021) silam.

“Presiden tidak patuh konstitusi. Kalau dia patuh sejak awal lockdown, konsekuensinya dia belanja kan itu. Sebulan Rp 1 juta saja kali 70 masih Rp 70 triliun. Kali 10 bulan saja masih Rp 700 triliun. Masih di bawah membanjirnya uang yang tidak jelas ke mana larinya. Masih jauh lebih efektif itu daripada vaksin,” sambung Wakil Rakyat dari Dapil DKI III ini.

Senada dengan rekannya, Masinton Pasaribu, anggota Komisi VI DPR Fraksi PDIP, menyoroti kinerja para pembantu Jokowi yang bertindak secara seremonial dan cenderung menyepelekan COVID-19. Dia menyoroti salah satu pernyataan Luhut yang sempat menyebut Corona terkendali tapi keesokannya justru terjadi lonjakan kasus.

“Cara berpikir dan bertindak seremoni itu yang sampai saat ini menjadi trade mark kebanyakan para pejabat kita. Serta menggampangkan masalah, hari ini bilang terkendali, eh besok lusanya malah terjadi lonjakan kasus COVID secara drastis di Jakarta dan Pulau Jawa,” kata Masinton, saat dihubungi, Senin (2/8/2021) kemarin.
Masinton kembali menyinggung Luhut sebagai koordinator penanggulangan COVID-19. Dia berpendapat, selain terlalu reaksioner menanggapi kritik, kondisi Corona di Indonesia melonjak ketika ditangani Luhut.

“Ada Menko yang ditunjuk sebagai koordinator dalam penanggulangan COVID di beberapa provinsi dan mengkoordinir penerapan PPKM, justru hasilnya di beberapa provinsi yang dikoordinir malah terjadi lonjakan dan fasilitas medis untuk perawatan tidak siap. Mengabaikan kerja mitigasi penanggulangan COVID dan terlalu reaksioner menanggapi kritik dan masukan dari masyarakat, ngoceh sendiri tak ada solusi,” ujarnya.

(dtk)

Komentar