JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah saat ini tengah menyiapkan rencana revisi Undang-Undang Pemilu menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.
Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa proses revisi akan mengikuti lima pedoman konstitusional yang ditetapkan MK.
Lima Pedoman MK dalam Rekayasa Konstitusi Pemilu:
- Semua partai politik peserta pemilu berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
- Pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak didasarkan pada perolehan kursi di DPR atau suara sah nasional.
- Partai politik peserta pemilu dapat membentuk koalisi, asalkan tidak menciptakan dominasi yang membatasi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden.
- Partai politik yang tidak mengajukan pasangan calon akan dikenai sanksi larangan mengikuti pemilu pada periode berikutnya.
- Revisi UU Pemilu harus melibatkan partisipasi publik secara bermakna, termasuk partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR.
Yusril menjelaskan bahwa pemerintah akan menjadikan pedoman tersebut sebagai acuan dalam menyusun perubahan UU Pemilu, termasuk revisi Pasal 222 dan penambahan pasal-pasal baru terkait Pilpres.
Wacana Omnibus Law dalam Revisi UU Pemilu
Terkait kemungkinan menggunakan mekanisme omnibus law untuk merevisi UU Pemilu, Yusril menilai bahwa hal ini masih bersifat teknis dan akan dibahas lebih lanjut.
Menurutnya, mekanisme omnibus law diperkenalkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo meskipun awalnya belum memiliki dasar hukum. Namun, setelah amandemen UU 12/2011, konsep omnibus law telah dimasukkan ke dalam regulasi perundang-undangan.
“Revisi bisa dilakukan secara parsial atau melalui omnibus law, dan pemerintah akan mengoordinasikan kementerian serta lembaga terkait, termasuk KPU,” ungkap Yusril, Sabtu, 18 Januari 2025.
Ia juga menegaskan bahwa usulan perubahan Pasal 222 UU Pemilu bisa diajukan baik oleh pemerintah maupun DPR. “Kalau DPR lebih dulu memulai, itu sah saja. Pemerintah melalui saya sebagai Menko siap mengoordinasikan revisi jika dilakukan dengan mekanisme omnibus law,” pungkas Yusril.
Komentar