Awalnya Diragukan, Kini Genose Jadi Andalan Deteksi Covid-19 Cepat dan Terjangkau

JurnalPatroliNews – Yogyakarta, Alat deteksi virus Covid-19 inovasi terbaru karya anak bangsa, Genose, sudah diizinkan beroperasional berdasar Keputusan Kementerian Kesehatan. Ini merupakan buah dari hasil jerih payah para peneliti lintas bidang ilmu di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Apalagi, pada awal kemunculannya, Genose sempat dipandang sebelah mata.

Sang inisiator, Prof Dr Eng Kuwat Triyana mengaku, risetnya sudah dimulai sejak 2008. Sebenarnya, alat itu ditujukan untuk alat uji kehalalan makanan dan minuman, juga alat uji kualitas kopi dan teh. Namun, pada 2016, Kuwat mulai menjajaki dunia medis.

“Sejatinya, alat itu dirancang untuk deteksi tuberkulosis dan sepsis pada bayi umur satu bulan. Namun karena adanya wabah Covid-19, mulai April 2020, kami sepakat untuk berkonsentrasi pada alat deteksi virus Covid-19. Karena sistemnya hampir sama, posisinya tinggal dimodifikasi dengan otak baru,” tutur Kuwat dalam perbincangannya dengan Suara Pembaruan, Senin (28/12/2020).

Bukan perkara mudah bagi Kuwat dan timnya hingga Genose mendapat pengakuan. Pada awal penelitian Genose 12 tahun lalu, ia membiayai penelitiannya dengan uang pribadi sebesar Rp 10 juta. Saat alat diubah menjadi alat deteksi Covid-19, Kuwat sempat membiayainya sendiri dengan dana sebesar Rp 600 juta.

“Tapi uang saya sudah dikembalikan. Bagi saya itu tidak penting karena misi saya adalah semata-mata bekerja sebaik mungkin. Ya, bekerja saja, bahkan sekarang untuk persoalan bisnisnya, sudah saya serahkan kepada universitas, ” katanya.

Saat akan melakukan uji klinis alat, Kuwat dan tim sempat mendapat penolakan dari sejumlah rumah sakit (RS) di Jawa Tengah. Meskipun Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo turut membantu, tetap saja pihak RS enggan memberi peluang.

“Ya mungkin karena penelitian dinilai ecek-ecek, jadinya RS tidak percaya,” katanya.

Namun suatu saat, Jenderal TNI Andika Perkasa datang dan menyatakan siap membantu dengan memberikan izin uji klinis di RS milik TNI AD. Begitu juga Polri dan TNI AU yang siap memfasilitasi uji klinis Genose karya Kuwat dan tim.

Kehadiran Genose pun memicu aneka respons, baik yang pro maupun kontra. Kuwat menilai, ini diakibatkan langkanya hilirisasi penelitian akademis di Indonesia.

“Saya kira karena memang sangat jarang saja. Jadi begitu alat ini muncul lalu menjadi pembicaraan publik. Namun pada dasarnya ini dikarenakan aplikasi penelitian masih minim di Indonesia,” ucapnya merendah.

Meski saat ini Genose sudah menjadi perhatian publik, Kuwat tidak menampik bahwa masih ada pihak-pihak yang meragukan, sekaligus meremehkan hasil karyanya.

“Tidak apa-apa, itu pasti terjadi. Ada yang suka dan mendukung, ada juga yang tidak. Itu hal yang biasa, mereka hanya kelompok yang pesimis. Komentar-komentar negatif itu justru jadi lecutan inovasi berikutnya,” begitu ucapnya.

Untuk Genose, Kuwat bekerja sama dengan sederet peneliti UGM yakni dr. Dian Kesumapramudya Nurputra (Fakultas Kedokteran), Dr Ahmad Kusumaatmaja (FMIPA), dr Mohamad Saifudin Hakim, (FKKMK) dan para mitra industri strategis yang berkomitmen dalam penghiliran hasil riset dan inovasi kampus.

Lidah Elektronik
Sebelum GeNose, Kuwat yang merupakan doktor lulusan Universitas Kyushu Jepang pada 2004 ini sebenarnya sudah mengeluarkan hasil penelitiannya yakni lidah elektronik. Lidah elektronik yang disebutnya Elto (electronic tongue) diciptakan untuk menguji kehalalan, keaslian, dan kualitas produk makanan dan minuman secara cepat serta akurat.

Kuwat, yang juga peneliti di Institute of Halal Industry and System (IHIS) UGM, menjelaskan, keunggulan purwarupa Elto bisa digunakan sebagai metode untuk membuktikan keaslian produk-produk makanan seperti kopi luwak dan air zam-zam, mendeteksi kontaminasi produk dan kehalalannya, mendeteksi cepat narkotika, dan lainnya.

Di samping itu, lidah elektronik ini juga bisa digunakan sebagai detektor kehalalan, misalnya gelatin, dan kontaminasi dalam produk makanan serta kosmetik. Alat ini sedang diujikan untuk mendeteksi narkotika yang pengembangannya bekerja sama dengan Mabes Polri.

Dosen di Departemen Fisika FMIPA UGM ini menekuni kajian fisika material dan instrumentasi sejak 2008. Selain Genose dan Elto, ia juga telah menghasilkan berbagai produk inovasi seperti masker antipolusi asap dan bakteri berbahan nanofiber serta hidung elektronik untuk deteksi cepat kontaminasi zat berbahaya dalam makanan, kedaluwarsa produk makanan, serta kehalalan produk.

Namun dengan kerendahan hati, Kuwat menyatakan, sebagai akademisi, tugas pokoknya tetap ada di bidang pendidikan. Setelah Genose selesai, dia kembali lagi ke laboratorium untuk melanjutkan penelitiannya.

“Masih ada yang harus dilanjutkan, yaitu alat deteksi tuberkulosis yang bekerja sama dengan RS di Surakarta. Bahkan penelitian ini lebih lama dari Genose, sudah berlangsung 2 tahun,” ujarnya.

(bs)

Komentar