Judicial Review UU MK, Anwar Usman: Selaku Pemangku Jabatan, Dirinya Tak Perlu Mundur dari Ketua MK

JurnalPatroliNews – Jakarta, – Terkait putusan Judicial Review UU Nomor 7 Tahun 2020, tentang Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, Ketua MK, mengatakan, dirinya tidak perlu mundur. Namun demikian, suara Anwar Usman, kalah dengan Hakim Konstitusi lainnya, sehingga Anwar Usman harus mundur.

Hal itu bermula, saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, merevisi UU MK, lalu diundangkan menjadi UU Nomor 7 Tahun 2020. Pada Salah satu point perubahan UU itu adalah, soal masa Jabatan Hakim Konstitusi.

Pada UU lama: masa Jabatan Hakim Konstitusi dikocok ulang per lima tahun dan maksimal 2 periode. Dalam UU baru: 15 tahun tanpa kocok ulang, atau pensiun di usia 70 tahun.

Lalu bagaimana dengan masa Jabatan Ketua MK dan Hakim MK?
poin Pasal 87 huruf a berbunyi: Hakim Konstitusi, yang saat ini menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa Jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini.

Diketahui, Sejumlah nama/kelompok Masyarakat, menggugat UU MK yang baru itu. Masyarakat melakukan Judicial Review UU MK tersebut.

Alhasil, MK menilai Pasal 87 huruf a itu dinilai melanggar konstitusi. Pasalnya, kehendak pembentuk UU hanya mengubah masa Jabatan Hakim Konstitusi, bukan Jabatan Ketua MK dan Wakil Ketua MK.

“Menyatakan Pasal 87 huruf a UU Nomor 7 Tahun 2020 bertentangan dengan UUD 1945,” ujar Anwar Usman, Ketua MK, dalam sidang yang disiarkan kanal YouTube MK, Senin (20/6/22).

Anwar Usman, dalam putusan itu, menyatakan, dissenting opinion. Menurutnya, Dirinya tidak perlu mundur, dan Pasal 87 ayat a dinilainya Konstitusional.

“Pasal 87 huruf a, menyangkut masa Jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK, karena jabatan dimaksud, merupakan bagian dari hak memilih dan dipilih dari para Hakim Konstitusi, maka sudah selayaknya dan sewajarnya, jika persoalan tersebut dikembalikan kepada pemangku hak, yakni para hakim konstitusi,” lanjut Anwar.

Meskipun dapat dipahami, bahwa kehendak para pembentuk UU, berkeinginan untuk menjaga proses Transisional kepemimpinan di MK, dapat berjalan dengan baik dan lancar.

“Namun, keinginan tersebut harus tetap dikembalikan kepada pemangku hak,” katanya.

Ia pun menyampaikan pendapatnya, agar Transisi kepemimpinan di MK, dapat berjalan dengan baik dan lancar, tanpa mengurangi Hak memilih dan dipilihnya.

“Tanpa mengurangi hak memilih dan dipilih yang dimiliki oleh 9 Hakim Konstitusi yang telah memenuhi syarat, sebagaimana diuraikan pada ketentuan peralihan Pasal 87 huruf b UU Nomor 7/2022 di atas,” sebutnya.

Namun Dissenting Opinion, tetaplah Dissenting Opinion. Karena, suara terbanyak menginginkan Pasal 87 huruf a dihapuskan. Sehingga, Anwar Usman dan Wakilnya, Aswanto, harus mundur dari kursi Ketua MK dan Wakil Ketua MK. Akan tetapi, sebagai Hakim Konstitusi, keduanya tidak perlu mundur.

Enny Nurbaningsih, Hakim Konstitusi, saat membacakan putusan, menyebut, Jabatan Ketua MK dan Wakilnya, tetap sah, sampai dengan dipilihnya Ketua Dan Wakil Ketua yang baru.

Komentar