Ketika Sekutu Jadi Rival, Koalisi Pecah Karena Beda Capresnya Maka Pertarungan Politik Tak Terelakkan

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Tidak ada kawan dan lawan abadi yang ada hanya kepentingan abadi, inilah realitas kehidupan politik dimuka bumi. Pertarungan terbuka tak terelakkan itulah sejatinya nature-nya politik. Bila kepentingan politik sama maka jadi kawan atau sekutu. Akan jadi lawan bila kepentingan politik sudah beda.

Politik itu kepentingan dan kekuasaan, makanya setiap orang bergelut dengan dunia politik karena dilatar- belakangi berbagai macam keinginan atau kebutuhan yang mengikutinya. Disadari atau sekedar ikutan, namun dipolitik itu kalau belum jadi penguasa maka ikut nebeng dengan penguasa, kalau mau!, “ujar pengamat politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen kepada wartawan di Jakarta (24/08).

Suguhan klaim- klaim atau jargon politik itu sudah jadi serapan hari- hari para politikus, justru kalau tidak ada klaim atau jargon maka tidak menarik untuk disimak atau di ikuti. Ibarat film sinetron kalau tidak dibumbui dengan adegan panas maka garing itu filmnya. Jadi cocok sudah dengan lagu yang berjudul dunia ini panggung sandiwara dan seterusnya, “papar Silaen.

Atraksi politik itu demi meraih simpati penonton (rakyat) supaya terbius atau terperdaya oleh suguhan pemain politik. Semakin panas adegan maka semakin membuat penonton (rakyat) tertarik untuk mengikuti drama- drama yang disuguhkan oleh para pemain, boleh saja memanas karena sudah beda haluan, tadinya koalisi sekarang jadi rival, “sebut mantan fungsionaris DPP KNPI itu.

Rakyat sebagai penonton harus jeli, cerdas dan cermat untuk melihat alur jalan ceritanya, apa yang sesungguhnya belum tentu jadi kenyataan yang akan terjadi dan kenapa kawan koalisi bisa berseteru padahal sama- sama menikmati something dari permainan yang diperankan itu. Sesungguhnya emosi penontonlah yang sedang diobok-obok oleh pemerannya, “tutur alumni Lemhanas Pemuda 2009 itu.

Elite-elite kongkow-kongkow sambil menikmati kopi panas dengan goreng pisang sambil bercerita tentang ‘atraksi politik’ yang sedang mereka perankan. Apakah bagus atau masih kurang, demikianlah sesungguhnya yang terjadi. Rakyat sebagai penonton terkadang terbawa di perasaannya, sampai tak bisa tidur nyenyak memikirkannya, “jelas Silaen.

Maka tak heran banyak (figuran dan pemain utama) yang stress berat karena klaim- klaimnya tidak seindah hasil yang diperoleh. Karena belum menang (winner) sesuai yang diharapkan.

” Intinya adalah kudu sabar jika masih belum berhasil mendapatkan dukungan rakyat. The next time dicoba lagi, “terang Silaen.

Diakhir cerita filmnya meskipun ada yang menang dan kalah maka semua pemerannya mendapatkan ‘hasil’nya dan ada juga yang dapat kategori aktor terbaik dst. Maka rakyat Indonesia dapat apa sebagai penonton? Sekali lagi rakyat sebagai pemilih harus cerdas supaya tidak jadi kayu bakar politik oligarki, “canda Silaen.

Lebih lanjut kata pengamat politik itu, hasil pemilulah jadi jawabannya. Itulah ‘game‘nya, seperti pepatah bijak sebelum janur kuning melengkung maka siapapun berhak untuk berusaha mendapatkannya, yang penting kelihatan fairness, agar tidak menimbulkan hura- hara konflik yang dapat merugikan kepentingan umum, “pungkasnya.

Komentar