Myanmar Bergejolak!, Polisi Mulai Tembaki Pengunjuk Rasa Antikudeta

JurnalPatroliNews – Jakarta, Sebuah video yang beredar di dunia maya menunjukkan sekumpulan polisi Myanmar menembakkan senjata ke para demonstran anti kudeta.

Melansir Reuters, enam tembakan dilepaskan ketika polisi Myanmar berusaha membubarkan protes terhadap kudeta pada di kota Mawlamyine, Jumat (12/2/2021). Rekaman itu diposting di Facebook.

Namun, dalam rekaman yang disiarkan oleh Radio Free Asia, polisi menuduh pengunjuk rasa merampas salah satu senjata mereka. Proyektil kemudian dilemparkan ke polisi sebelum tembakan dilepaskan.

Aksi kekerasan ini bukan satu-satunya yang terjadi di negeri Pagoda Emas itu. Sebelumnya dikabarkan seorang pendemo wanita tertembak di kepala dan saat ini masih dalam kondisi yang kritis. Bahkan petugas medis mengatakan ia tidak akan selamat..

Melihat aksi yang semakin mengkhawatirkan, sebelumnya panglima militer tertinggi Myanmar memutuskan turun tangan untuk “mengebiri” alias menghentikan demonstrasi yang terus meluas di negeri itu.

Jenderal Senior Min Aung Hlaing, dalam pidato perdananya di televisi, mengumumkan aturan darurat militer di seluruh wilayah negeri itu. Ini termasuk Yangon, Mandalay dan sejumlah daerah lain yang menjadi kantong protes.

Dalam meredam aksi itu, Jenderal Hlaing mengatakan pertemuan lebih dari lima orang akan dilarang. Selain itu, jam malam juga diberlakukan dari pukul 20.00 hingga 04.00 pagi.

Bagi pengunjuk rasa yang tetap melakukan protes juga akan ditindak atas dalih dianggap membahayakan stabilitas negara. Ia mengatakan langkah itu adalah langkah yang sesuai dengan hukum

“Tindakan akan diambil sesuai hukum, dengan langkah yang efektif, terhadap pelanggar yang mengganggu, mencegah dan menghancurkan stabilitas negara, keamanan public dan supremasi hukum,” bunyi pernyataan militer sebagaimana diberitakan media setempat MRTV dikutip Al-Jazeera.

Ming Aung Hlaing pun bersikeras bahwa kudeta militer adalah langkah yang dibenarkan. Ia berdalih pemilu yang dilakukan November itu curang.

Langkah militer, ia sebut, sejalan dengan konstitusi. Meski demikian, ia menjanjikan pemerintahan junta kali ini akan berbeda dari sebelumnya.

Pengamat politik Myanmar Ronan Lee menilai militer ‘tuli’ pada frustrasi dan kemarahan masyarakat. Demo setidaknya telah terjadi selama hampir dua minggu di Myanmar.

“Ratusan ribu bahkan jutaan orang telah memprotes tentang kudeta tersebut. Dan, tanggapan Min Aung Hlaing secara mengejutkan tampaknya hanya menyalahkan pemerintah yang dipilih secara demokratis,” jelasnya.

Demo besar-besaran memprotes kudeta Myanmar terjadi hampir setiap harinya sejak negara itu resmi dikudeta. Warga mengkritik penahanan Aung San Suu Kyi per 1 Februari lalu.

Di kota bisnis dan ibukota lama Myanmar, Yangon, ribuan orang juga turun ke jalan memprotes militer. Mereka membawa poster “Ganyang kediktatoran militer” dan lepaskan Aung San Suu Kyi” serta menunjukkan salam tiga jari yang jadi simbol pergerakan.

Kudeta ini mulanya diiawali oleh penahanan Suu Kyi bersama Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya oleh kelompok militer.

Penahanan yang berujung kudeta itu dilakukan setelah berhari-hari ketegangan meningkat antara pemerintah sipil dan junta militer. Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) besutan Aung San Suu Kyi meraih kemenangan gemilang dalam pemilu 8 November lalu, pemilihan yang dianggap bebas dan adil oleh pengamat internasional sejak berakhirnya kekuasaan militer langsung pada tahun 2011.

Namun, kelompok militer menilai terjadi kecurangan pemilih yang meluas meski sudah dibantah oleh komisi pemilihan. Hal itu telah menyebabkan konfrontasi langsung antara pemerintah sipil dan militer.

 

(*/lk)

Komentar