JurnalPatroliNews – Jakarta –Potensi resesi ekonomi di Amerika Serikat diperkirakan akan membawa dampak signifikan terhadap aliran investasi asing ke Indonesia. Kemungkinan terjadinya resesi ini memicu kekhawatiran bahwa investasi luar negeri akan semakin selektif, terutama dalam sektor-sektor tertentu seperti properti.
Senior Director of Capital Markets JLL Indonesia, Herully Suherman, menjelaskan bahwa investor asing kini cenderung lebih ketat dalam menilai potensi investasi di berbagai sektor, termasuk perumahan, hotel, dan ritel. “Mereka kini lebih ketat dalam melihat sektor-sektor seperti perumahan, hotel, dan ritel.
Mereka akan mempertimbangkan berbagai faktor seperti potensi pengembalian investasi, besar pasar yang dapat dicapai, dan faktor-faktor lainnya. Pendekatan ini lebih ketat dibandingkan sebelumnya,” ujar Herully kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Rabu (7/8/2024).
Meskipun Indonesia, khususnya Jakarta, memiliki populasi yang besar sehingga menawarkan pasar yang luas, para investor kini melakukan perhitungan lebih mendetail. Mereka akan mempertimbangkan daya beli dan proyeksi pertumbuhan pasar. “Mereka tidak mau gagal, jadi mereka melihat populasi Jakarta yang mencapai 14-15 juta jiwa.
Mereka akan menilai apakah penjualan dapat berkelanjutan, meskipun sektor perumahan dianggap tangguh, tetapi mereka tetap mempertimbangkan berapa banyak unit yang dapat terjual dan berapa lama harga jual dapat bertahan,” tambah Herully.
Di sisi lain, Country Head and Head of Logistics & Industrial JLL, Farazia Basarah, mengungkapkan bahwa investor juga memerlukan waktu lebih lama untuk memutuskan realisasi investasi mereka di Indonesia. Sektor yang diminati oleh investor asing termasuk pergudangan. “Permintaan sebenarnya ada.
Banyak yang mencari lokasi di sekitar Semarang dan sekitarnya, yang juga berfungsi sebagai hub ke Surabaya. Namun, waktu yang dibutuhkan untuk membuat keputusan lebih lama; jika sebelumnya persetujuan bisa didapat dalam satu bulan, kini bisa memakan waktu hingga tiga bulan,” kata Farazia.
Indikasi pelambatan ekonomi AS terlihat dari laporan ekonomi kuartal II 2024, di mana ekonomi AS hanya tumbuh 2,8% secara kuartalan. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada kuartal III dan IV tahun 2023, yang masing-masing tercatat 4,9% dan 3,4%.
Secara teknis, resesi terjadi ketika ekonomi mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut. Pada tahun 2020, dunia mengalami resesi akibat pandemi Covid-19, yang menyebabkan banyak pekerjaan hilang dan pegawai dirumahkan. Tanpa aktivitas dan mobilitas manusia, roda ekonomi pun terhenti.
Dampak dari potensi resesi ini membuat investor semakin berhati-hati, terutama dalam menilai risiko dan prospek investasi di Indonesia. Hal ini dapat memperlambat aliran investasi dan berdampak pada berbagai sektor ekonomi di dalam negeri.
Komentar