Masalah APBN, Utang Dan Tax Ratio Rendah: PR Presiden Yang Akan Datang

Eisha M Rachbini, Ketua Center Ekonomi Digital dan UKM INDEF  melihat perkembangan APBN 2023 sebagai bentuk Realisasi Penerimaan Negara yakni Pajak Penerimaan Pajak Rp. 1.869 T (tumbuh 8% yoy). PPh Non migas sebesar Rp 993 T (53,1% dari total penerimaan pajak), tumbuh 7,9%. Komponen PPh Badan (tumbuh 20%) , PPh 21 (tumbuh 15.5%) PPh Final (tumbuh 25%). PPN/PPnBM sebesar Rp 764 T (40,89% dari total penerimaan pajak, tumbuh 11% yoy), PPN DN (tumbuh 22%) dan PPN Impor tumbuh 5,5 %.

“Penerimaan Bea Cukai Menurun yakni Penerimaan Cukai (-2,23%) seputar masalah rokok ilegal. Bea Masuk (-0,47%) seputar penurunan nilai impor. Bea Keluar (-66,03%) seputar  harga sawit rendah, tembaga dan bauksit juga rendah” kata Eisha.

Realisasi penerimaan negara lain seputar PNBP meningkat: Setoran dividen BUMN seputar PNBP Kekayaan Negara Dipisahkan. Penerimaan SDA Non-Migas 14,96% seputar kenaikan tarif royalti batubara (walaupun harga komoditas turun). PNBP Lainnya: PNBP K/L. PNBP turun: SDA Migas seputar harga minyak ICP menurun (- 21% pendapatan SDA). Penerimaan BLU (- 0,52%) seputar harga CPO turun BPDPKS pendapatannya turun. PNBP Lainnya: Penjualan hasil tambang – 8,52% seputar pendapatan batubara menurun.

“Tax Ratio mengalami tren menurun sejak tahun 1980. Tax ratio pada tahun 2022 sebesar 10,4%. Tax Ratio 2023 mengalami penurunan menjadi 10,21%” tambah Eisha.

Eisha juga memberikan pembanding lainnya “Tax Ratio Indonesia (2021) berada di bawah negara Asia Pacific (20%) dan China (21%). Dibandingkan negara ASEAN, Vietnam, Philippines, Cambodia berkisar di level 18%, dan Thailand 16%. Sedangkan Jepang memiliki tax ratio 33% dan OECD 34%”. Pungkasnya.

Komentar