Hari Raya Besuk Orang Mati !

Benarkah  orang mati bisa dibesukin?  Bisa dan ini dilakukan terutama pada hari Festival Qingming tanggal  4. April 2021 atau Hari Raya Mengunjungi Kuburan.  Tradisi besuk orang mati ini bukan hanya berlaku bagi orang Tiong Hoa saja.  Namun saudara kita juga melakukan hal yang sama setidaknya pada hari-hari menjelang bulan Ramadan, tradisi “resik-resik kubur” (bersih-bersih makam) atau nyadran dengan diikuti laku “nyekar” (tabur bunga) atau ziarah kubur.

Banyak pembimbing agama yang menilai bahwa budaya Ceng Beng ini adalah budaya haram dan tidak sesuai dengan ajaran agama.  Apabila pembimbing Agama anda mempunyai penilaian demikian.  Berarti ia itu Anak Yang Puthauw alias tidak berbakti bahkan bisa dikategorikan sebagai orang yang haram-jadah! Masa mengurus dan bikin bersih Kuburan leluhur saja dianggap Haram. Ini namanya sudah bego bin goblok  tujuh keliling!

Di Eropa juga mereka melakukan hal yang sama sebagai contoh di Jerman hari Ceng Beng mereka itu disebut Totensonntag (Minggu orang mati). Hari ini selalu dirayakan pada hari Minggu terakhir sebelum Minggu Advent pertama (21 Nov. 2021). Mereka melakukan ini bukannya merupakan tradisi Kristen. Melainkan berdasarkan amanat dari Raja Friedrich Wilhelm III di tahun 1816.

Ceng Beng itu adalah ungkapan dalam dialek Hokkian sedangkan dalam bahasa resminya disebut hari raya Qing Ming Jie (Bersih – Terang). Jadi Ceng Beng itu mengandung makna Bersih dan Terang. Maklum suasana di kuburan itu pada umumnya angker menyeramkan.  Sepi dan suram bahkan terkesan menakutkan.

Namun dihari raya Ceng Beng mereka merubah menjadi bersih dan terang.  Sebab di hari-hari tersebut mereka melakukan pembersihan dan perbaikan di makam sanak keluarga mereka. Maka dari itulah juga hari Ceng Beng ini dalam bahasa Inggris resminya diterjemahkan menjadi “Tomb Sweeping Day”.

Sebagai tambahan bagi mereka yang percaya. Setelah bersih diatas makam batu Bongpai (Nisan).  Mereka meletakan lembaran kertas perak yang lazim disebut Gin Chua dan kertas-kertas kecil lainnya yang berwarna putih dan kuning.

Upacara ini disebut Tek Chua atau peletakan kertas. Setelah itu dilanjutkan dengan upacara sembahyang sederhana untuk menghormati. Mengenang sanak keluarga mereka yang telah wafat sebelumnya.

Tradisi Ceng Beng ini timbul atas perintah dari kaiser Chu Goan Chiang, masalahnya ortu dari Kaiser tsb sebenarnya adalah petani miskin. Karena kemiskinannya sehingga mereka terpaksa harus memberikan anaknya ke sebuah Vihara (Kelenteng).  Sehingga akibatnya sang Kaiser tidak tahu lagi dimana letak kuburan maupun asal usul dari orang tuanya.

Untuk memudahkan mencari makam orang tuanya maka sang Kaiser memerintahkan seluruh rakyatnya untuk membersihkan kuburan sanak keluarganya.  Apabila makam tersebut telah dibersihkan. Maka mereka diwajibkan memberi tanda diatas bongpainya (batu nisan) dengan meletakan lembaran kertas kecil yang warna-warni.  Jadi sebenarnya menyebarkan kertas warna-warni itu bukannya demi kebaikan sang arwah ataupun berdasarkan kepercayaan tertentu, melainkan berdasarkan perintah dari sang Kaiser.

Setelah perintah membersihkan makam tersebut selesai dilaksanakan. Kaisar Chu tinggal melihat dan mencari makam mana yang belum dibersihkan dan belum diberi tanda dengan lembaran kertas warna-warni. Akhirnya dengan mudah ditemukanlah dua buah makam yang saling berdekatan dan belum dibersihkan. Dengan demikian Kaisar Chu Goan Chiang yakin bahwa itulah makam dari kedua orangtuanya.

Dari situlah asal muasalnya dari tradisi Ceng-Beng itu turun menurun sampai saat ini. Apalagi ini sesuai dengan ajaran Sang Buddha yang mewajibkan setiap anak untuk selalu memperingati dan mengadakan upacara bagi leluhur.

Upacara untuk menghormati mereka yang telah meninggal.

Berziarah ke kuburan bukan hanya dilakukan oleh umat agama tertentu saja, hampir semua agama menghalalkan berziarah ke kuburan.  Umat Kristen juga banyak yang berziarah ke kuburan orang-orang Kudus.

Salah satu kuburan beken tempat berziarah yang telah ditentukan oleh para uskup ialah Santiago Compostella (Makam Santo Yakobus). Dan berapa banyak sudah umat Katolik yang pergi berziarah kemakamnya rasul Petrus di Vatikan, perlu diketahui meskipun Rasul Petrus meninggal di Roma, tetapi tidak diketahui dimana tepatnya letak makamnya.

Pada tahun 315, Kaisar Romawi, Konstantinus, membangun gereja yang altarnya “konon” tepat berada di atas makam Santo Petrus yang akhirnya menjadi Basilika Santo Petrus.  Seperti yang kita kenal sekarang ini.

Pada awalnya mereka tidak yakin 100 persen apakah benar disini letak makamnya dari rasul Petrus.  Namun sekitar 1500 tahun kemudian, dengan diawali oleh sebuah peristiwa kecelakaan seorang pekerja di tahun 1939.

Mereka mulai mencari dan menggalinya kembali, dan baru pada tahun 1958 makam Rasul Petrus akhirnya ditemukan di salah satu katakombe dan letaknya persis di bawah altar yang terletak di bawah kubah Santo Petrus, Vatikan.  Salah satu tulisan yang diukirkan disana berbunyi: “Petrus berbaring di dalam sini”.

Tidak bisa tidak, kita pasti akan teringat akan kata-kata Yesus pada: “Dan Akupun berkata kepadamu: “Engkau adalah Petrus (Aram:Kefas), dan diatas batu karang (Aram:Kefas) ini  Aku akan mendirikan jemaat-Ku (=Gereja, Ecclesia)” .  Disamping itu berapa puluh juta sudah umat Kristen yang khusus pergi berziarah kemakam-Nya Tuhan Yesus di Yerusalem.

Mang Ucup

Menetap di Amsterdam, Belanda

Komentar