Impor BBM Masih “Menggila” Jadi PR Pemerintahan Jokowi Periode ke-2

JurnalPatroliNews – Jakarta, – Pemerintahan periode ke-2 Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih memiliki pekerjaan rumah yang cukup besar, salah satunya yaitu menekan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang menguras devisa negara.

Sejak menjabat sebagai Presiden di periode ke-2 pada 2019-2022, Presiden Jokowi belum cukup berhasil untuk menekan impor BBM. Alih-alih menurun, impor BBM sejak 2019-2022 justru tercatat semakin meningkat.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tertuang dalam ‘Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2022’, impor produk kilang seperti BBM pada 2022 tercatat mencapai 27,86 juta kilo liter (kl), naik 12,6% dari impor pada 2019 yang tercatat 24,73 juta kl.
Impor tersebut terdiri dari berbagai jenis BBM seperti RON 90, RON 92, RON 95, avtur, avgas, solar (gasoil), naphta, HOMC, dan MDF.

Adapun impor terbesar terpantau pada BBM jenis RON 90, dibandingkan dengan jumlah impor pada jenis BBM lainnya.

Impor BBM RON 90 pada 2022 tercatat mencapai 15,11 juta kl, melonjak 86% dari impor pada 2021 yang sebesar 8,14 juta kl. Bila dibandingkan 2019 yang tercatat sebesar 11,08 juta kl, artinya impor BBM RON 90 melonjak 36%.

Produk BBM dengan jumlah impor terbesar kedua yaitu solar (gasoil) yakni sebesar 5,27 juta kl pada 2022, naik 65% dari 2021 yang sebesar 3,19 juta kl. Pada 2019, impor gasoil tercatat “hanya” 3,87 juta kl.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengakui bahwa impor minyak selama ini membebani keuangan negara. Oleh karena itu, dia juga mendorong agar pencarian cadangan minyak dan gas bumi di Indonesia terus digencarkan.

Menurut Arifin, produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional saat ini berkisar di level 1,8-1,9 juta barel setara minyak per hari (BOEPD). Sementara impor minyak RI telah mencapai lebih dari 1 juta BOEPD.

“Kita produksi kurang lebih 1,8-1,9 juta BOEPD. Tetapi kita masih impor kurang lebih 1 juta BOEPD dan jumlah ini terus meningkat, belum lagi gas LPG,” kata Arifin ditemui di Lapangan Duri, Blok Rokan, Riau, Kamis (27/7/2023).

Oleh sebab itu, pemerintah terus berupaya agar potensi migas yang ada di Indonesia dapat segera dikembangkan, salah satunya melalui pengembangan Migas Non Konvensional (MNK). Pasalnya, sejauh ini pemanfaatannya dinilai belum optimal.

Arifin menilai, apabila tidak melakukan kegiatan apa-apa, maka Indonesia akan semakin terbebani impor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri.

“Ini menyedot devisa sedemikian banyak, kita harus berupaya keras untuk bisa mengurangi ketergantungan importasi kita, sehingga devisa itu bisa kita manfaatkan untuk menciptakan kesejahteraan,” kata Arifin.

Berikut data impor produk minyak RI sejak 2019-2022, mengutip data Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2022:

2019: 24,73 juta kl.2020: 19,93 juta kl.2021: 22,09 juta kl.2022: 27,86 juta kl.

Komentar