JAM-Pidum Setujui 5 Kasus dengan Restorative Justice, Salah Satunya Jaminan Fidusia di Kendari

JurnalPatroliNews – Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui lima kasus pidana untuk diselesaikan melalui mekanisme restorative justice. Persetujuan ini diberikan setelah ekspose virtual yang digelar pada Selasa, 5 November 2024.

Salah satu kasus yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif adalah kasus Mu’arifatun Nisa alias Nisa binti Sutaji dari Kejaksaan Negeri Kendari. Nisa disangka melanggar Pasal 36 jo. Pasal 23 Ayat (2), Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, serta UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

“Kasus ini bermula dari perikatan fidusia antara Nisa dan PT BCA Finance Kendari terkait pembiayaan satu unit mobil Daihatsu Sigra,” kata Asep.

Namun, pada Juli 2023, suami tersangka, Febrianto, diduga melakukan takeover kendaraan tersebut tanpa persetujuan PT BCA Finance dan menyerahkannya kepada pihak ketiga.

“Akibat tindakan ini, mobil tersebut tidak diketahui keberadaannya, menyebabkan PT BCA Finance mengalami kerugian sebesar Rp155.760.304,” ujarnya.

Tersangka kemudian mengganti seluruh kerugian tersebut dan meminta maaf kepada pihak BCA Finance, yang menerima permintaan maafnya dan menyetujui penghentian proses hukum.

Pengajuan penghentian penuntutan diajukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kendari dan disetujui oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara. Permohonan ini pun akhirnya disetujui oleh JAM-Pidum pada 5 November 2024.

Selain kasus Nisa, JAM-Pidum juga menyetujui empat perkara lainnya untuk diselesaikan melalui restorative justice yaitu, Tersangka Iksan bin Zumardin, Muh. Yusril Irsan alias Yusril bin Sudirman, Sisi Chaerunisa Oktaviani binti Sofian Abdul Kadir, dan Sertina anak dari Marten Tangi bin Dese, dari Kejaksaan Negeri Bombana, dengan dugaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

“Alasan di balik pemberian penghentian penuntutan dalam kasus-kasus ini meliputi adanya permintaan maaf yang diterima korban, tersangka yang belum pernah dihukum sebelumnya, serta ancaman pidana yang relatif ringan,” jelasnya.

Selain itu, proses perdamaian dilakukan dengan sukarela, dan masyarakat merespon positif keputusan ini.

JAM-Pidum menekankan agar para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan RI No. 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022.

Komentar