JAM-Pidum Setujui 7 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

JurnalPatroliNews – Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 7 dari 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative.

Hal ini disampaikan oleh, Dr. Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa (27/2/24).

“Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 7 dari 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” kata Ketut.

Ketut menyebut ada 7 (tujuh) dari 8 (delapan) nama pemohon yang telah disetujui penghentian penuntutan oleh Jampidum, Dr. Fadil Zumha, yaitu:

1. Tersangka Afrizal Afdany dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

2. Tersangka Muhammad Ali als Ali bin Salim (Alm) dari Kejaksaan Negeri Pontianak, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

3. Tersangka Siti Aminah alias Maksu binti M. Ali Belam dari Cabang Kejaksaan Negeri Sambas di Pemangkat, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

4. Tersangka Eko Suharno bin (Alm) Kadim Sutrisno dari Kejaksaan Negeri Gunungkidul, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

5. Tersangka M. Reza Maulana bin (Alm.) Faturohman dari Kejaksaan Negeri Serang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

6. Tersangka Floribertus Koyungan alias Acong dari Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

7. Tersangka Petrus Hane Seran dari Kejaksaan Negeri Belu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Lebih lanjut, Ketut menegaskan bahwa alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan ke 7 (tujuh) dari 8 (delapan) nama pemohon Restorative Justice antara lain:

• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

• Tersangka belum pernah dihukum;

• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

• Pertimbangan sosiologis;

• Masyarakat merespon positif.

“Sementara berkas perkara atas nama Tersangka I Irpan bin Aluy (Alm.) dan Tersangka II Selamat als Undul bin Ampal Nia dari Kejaksaan Negeri Tapin yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” tegas Ketut.

Hal ini dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka, bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Terakhir, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Komentar