MenKopUKM Dukung Perkembangan Serat Rami Dongkrak Industri Tekstil Nasional

Beberapa negara sebagai pasar potensial di antaranya China dengan permintaan 40 ton per bulan (1 kontainer 40 ft), Korea Selatan sebanyak 1 ton per bulan (perusahaan di Indonesia), dan Jepang 400 ton per bulan (PT Tosca Corp). Negara-negara tersebut mengakui produk rami Indonesia lebih baik dari produk dari Vietnam dan Thailand.

“Namun untuk dapat menyuplai permintaan tersebut harus disiapkan lahan minimal 200 hektare dengan pola panen rami setiap 60 hari, akan tetapi saat ini lahan tersedia baru 25 hektare,” katanya.

Ia berharap, kerja sama dengan KemenKopUKM ke depan diteruskan dan berkelanjutan. Sebab ia memiliki mimpi besar tak hanya membangun industri tapi juga mengedukasi serat alami. “Tak hanya wisata, tetapi melihat bagaimana tanaman menjadi baju, hewan sutra atau domba menjadi kain dan memiliki nilai. Mewujudkan edukasi serat alam Indonesia dengan dukungan semua pihak terutama KemenKopUKM,” ucapnya.

KemenKopUKM bersama CV Rabersa dan KaIND (Kain Indonesia) Sustainable Fashion Besutan (Melie Indarto, penggiat sutera Pasuruan), sedang menyusun kajian kelayakan dan perhitungan kebutuhan pengembangan sentra industri serat alami dengan pendekatan Integrated Farming yang akan dioperasionalkan oleh koperasi dan UKM menjadi suatu ekosistem bisnis untuk serat alami dari berbagai bahan baku serat seperti Rami, Nanas, Wol Bulu Domba, dan Sutera Eri.

Untuk keterjaminan pasokan bahan baku, KemenKopUKM telah memfasilitasi koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang sebagai sentra penghasil nanas madu. Ke depan diharapkan kabupaten ini menjadi hub logistik pasokan bahan baku daun nanas.

Dalam kesempatan yang sama, MenKopUKM Teten Masduki juga berkunjung ke peternakan domba yang merupakan bagian sirkular ekonomi industri penghasil bahan baku tekstil melalui pendekatan Integrated Farming.

Komentar