Parpol Perlu Evaluasi Dua Menteri Terkait Skandal Impor, Ini Seruan Dua Pengamat

JurnalPatroliNews – Jakarta, Dua parpol diminta mengevaluasi dua menterinya terkait dugaan skandal impor komoditas hortikultura yang diduga melibatkan unsur dua kementerian; Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, agar tidak membebani kepemimpinan Presiden Jokowi sekaligus menyelematkan imej kedua parpol itu.

Dua pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, Lisman Manurung dan Prof. Warian Yusuf menyerukan hal senada. Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar harus mengevaluasi menteri pertanian dan menteri perdagangan sebagai keterwakilan masing-masing parpol yang dipimpin. Ketidaktegasan terhadap dua menteri itu diyakini menenggelamkan imej kedua parpol itu  pada Pemilu 2024 nanti.

“Pimpinan partai harus menindak. Mereka yang diuntungkan di masa lalu, di masa depan masih merasa perlu atau tidak,” urai Lisman kepada  wartawan, Minggu (8/11/2020).

Lisman menguraikan, PKB yang merekomendasikan  Agus Suparmanto dan Nasdem yang merekomendasikan  Syahrul Yasin Limpo harus bertanggungjawab terhadap kinerja menteri masing-masing. Jika hal ini tak dievaluasi, citra kedua parpol justru terbelenggu karena masalah ini.

“Kalau partai politik tidak membenahi atau bertindak, siap-siap partai pun bisa habis,” ujarnya.

Pimpinan partai NasDem dan PKB harus mengevaluasi kinerja Mentan dan Mendag, termasuk Golkar yang menyorongkan  Wakil Menteri Perdagangan, guna mengatasi kisruh Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Surat Perintah Impor (SPI) hortikultura tersebut.

Ukuran Kinerja Partai

Maka dari itu, Lisman mengatakan elit partai politik harus memperhatikan tata kelola demokrasi atau democratic governance. Karena menurut dia, akuntabilitas dan transparansi menjadi ukuran bagi kinerja partai politik.

“Itu jadi ukuran bagi kinerja partai politik, rakyat tentu sudah mengerti. Akuntabilitas walau rakyat tidak bisa menyebut definisinya, tapi rakyat sudah mengerti kan,” jelas dia.

Sama halnya, pengamat politik Prof. Warian Yusuf menguraikan sejak awal pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin menjunjung tiga kriteria utama untuk susunan kabinetnya, yakni bersih dari korupsi, loyalitas tinggi, dan konsisten menjalankan program pemerintah.

Mengemukanya skandal ini, memberatkan usaha Presiden Jokowi menegaskan keberpihakan pemerintah terhadap pemberantasan korupsi dan upaya melayani rakyat. Presiden juga semestinya  harus bersikap tegas mengganti pembantu atau menteri yang diduga tidak bersih dari tindak korupsi karena sudah tidak memenuhi kriteria.

“Tapi, kalau di kementerian ada yg menyimpang. Misalnya di perdagangan atau di kementerian manapun berarti dia melanggar komitmen yang pertama yakni tidak bersih dari KKN Itu maka harus direshuffle, karena sudah tidak memenuhi kriteria itu,” tutur Warian.

Sementara itu, Ketua DPP Partai NasDem Irma Suryani Chaniago mengungkapkan bahwa persoalan RIPH dan SIP hortikultura bukan kewenangan dari kementan namun tanggung jawab Kemendag.

“Nah saat ini kemendag bukan NasDem, kalau izin ekspor impor bukan kementan. Jadi kementan bukan kementerian teknisnya, tapi kementan hanya menyediakan kebutuhan hortikulturanya namun izin dan berapa yang dibutuhkan itu bukan di kementan, jadi jangan keliru juga,” ujar Irma.

Mengenai desakan mengkritisi kinerja Mentan Syahrul Yasin Limpo soal RIPH, Irma menyatakan hal itu salah alamat dan salah besar karena seharusnya ditujukan kepada kemendag.

Di kesempatan berbeda, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan penegak hukum harus mengungkap izin impor buah yang bermasalah karena hal ini sudah berlangsung sejak lama. Dia menilai, KPK bisa saja mengusut ini mengingat institusi tersebut pernah mengungkap kasus serupa beberapa tahun yang lalu yaitu pelanggaran impor daging sapi.

Sedang, Ketua Asosiasi Hortikultura Nasional, Anton Muslim Arbi terang meminta KPK untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dalam penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Surat Perizinan Impor (SPI) buah. Persoalan ini sendiri mengemuka kembali dalam pemberitaan majalah berita mingguan Tempo edisi 31 Oktober lalu yang berjudul Jatah Preman Buah Impor.

(*/lk)

Komentar