Pernyataan Luhut “Bukan Orang Jawa Jangan Mimpi Jadi Presiden” Ini Penjelasan Jubir Luhut..

Jodi menegaskan tidak ada maksud lain di balik pernyataan Luhut. Menurutnya, tak ada pula tendensi politik terkait penjelasan Luhut tersebut.

“Tidak ada tendensi atau maksud politik macam-macam,” ucapnya.

Lebih lanjut, Jodi mengatakan pernyataan itu sebagai gambaran refleksi Luhut selama menjabat selama puluhan. Luhut, lanjut dia, sedang mengukur dirinya sendiri.

“Tidak kemudian ambisius yang irasional karena nafsu politik belaka. Jadi mohon dilihat konteksnya secara utuh,” imbuhnya.

Gerindra Nilai Pernyataan Itu Pengalaman Pribadi Luhut
Berbeda dengan Jodi, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Desmond J Mahesa punya pandangan lain atas pernyataan Luhut. Desmond menyebut pernyataan itu berangkat dari mimpi Luhut menjadi Presiden.

“Itu kan pengalaman pribadi beliau, berarti beliau mimpi menjadi orang nomor 1 di republik ini, ya, karena suku bukan Jawa, agama bukan Muslim, agak berat ya. Saya pikir harus dihargai pengakuan jujur,” kata Desmond saat dihubungi.

Desmond mengatakan ini juga masukan bagi orang-orang yang punya ambisi seperti Luhut. Meski begitu, dia meyakini Indonesia tetap bisa berubah dari stigma orang Jawa yang jadi Presiden.

“Mungkin bagi Luhut-Luhut yang lain yang mimpi yang sama ini persoalan kan. Mimpi-mimpi ini jadi persoalan kalau melihat dari jumlah penduduk kan mimpi kan, tapi kita percaya lah bahwa republik ini bukan berdasarkan kesukuan kan. Kalau hari ini semuanya Jawa yang jadi Presiden, ke depan saya pikir negara semakin demokratis, nah menuju negara yang semakin demokratis ini lah yang tantangan kita untuk perbaiki nilai nilai kebangsaan kita hari ini,” ucapnya.

Lebih lanjut, Wakil Ketua Komisi III DPR ini menilai Luhut tidak bermaksud melakukan politik identitas. Akan tetapi, dia menegaskan persoalan politik identitas ini semakin parah sejak era Pemerintahan Jokowi.

“Ya sejak kita lahir semua orang punya identitas, persoalannya menguatnya identitas ini karena apa? Zaman saya kecil identitas itu saya lahir dan besar di lingkungan-lingkungan minoritas, pernah tinggal di Pecinan, nggak ada tuh politik identitas, cuma guyonan aja ‘hei kamu anak China’. Tidak seperti sekarang berarti ini ada yang salah persoalan kebangsaan kita,” ujar dia.

“Pertanyaan yang salah persoalan kebangsaan kita, dari sekian banyak periode kepemimpinan, zaman Pak Jokowi ini yang parah kan, berarti penyulut politik identitas ini keberpihakan penguasa atau penguasa bisa membentur-benturkan antar kepentingan identitas ini untuk mengambil keuntungan kan. Jadi kalau menurut saya jangan dibesar-besarkan, kita kembali lah ke nilai-nilai kebhinekaan kita, yang pasti dengan politik identitas secara politik kayak gini menurut saya kembalilah nilai-nilai dasar kebhinekaan kita tidak perlu disulut-sulut gitu, tidak perlu dipanas-panasin, biasa aja. Sebab politik identitas ini menguat ya 10 tahun terakhir 8 tahun terakhir kan,” lanjutnya.

Komentar