Kasus ITE Tirtawan vs Suradnyana, Ardika Yasa: “Saya Tak Bisa Kelola Tanah Saya Karena Dipagari Sama Orang”

JurnalPatroliNews – Singaraja,- Sidang lanjutan perkara pencemaran nama baik melalui UU ITE antara Bupati Buleleng periode 2012-2022 Putu Agus Suradnyana versus mantan anggota DPRD Bali periode 2014-2019 kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, Rabu (31/1/2024) siang.

Kali ini tim penasehat hukum terdakwa Nyoman Tirtawan, mengahdirkan tiga orang saksi a de charge (saksi meringankan). Mereka adalah Haryanto, Wayan Bakti, dan Komang Ardika Yasa.

Ketiga saksi yang diperiksa secara bersama-sama, secara kompak menjelaskan kepada majelis hakim bahwa tanah mereka dibisa digarap karena sudah pagari. Bahkan di tanah mereka terpampang plang atau papan nama berisi tulisan “Tanah Milik Pemkab Buleleng”. Bukan hanya itu, bahkan di atas tanah petani itu sudah berdiri sejumlah hotel.

“Silsilah tanah itu dari kakek ke Ibu, dari Ibu ke saya, berarti saya generasi ketiga. Tanah itu dulunya cerita kakek saya itu tahun 1945 kea tas, sejarahnya seperti itu, sampai sekarang tanah itu masih kami kuasai namun setelah 2017, terjadinya pembangunan hotel itu, kami tidak bisa menggarap lagi lahan itu karena sudah dipagari sama ada plang yang berisi ” Tanah Milik Pemkab Buleleng”. Karena tanah kami dipagari, kami tidak bisa menanam,” jelas saksi Haryanto.

“Saya ada dokumen, cuma kakek saya yang pegang, kakek saya itu diserahkan katanya ada yang mengambil tanah itu, saya tidak tahu persis waktu itu. Saya tidak fokus kesana, karena masih kakek saya masih hidup. Saya berharap agar tanah itu dikembalikan ke pemilik semula, karena ini sudah bertahun-tahun, dan berlarut -larut, sejak pengambilan tanah itu, tanah itu terbengkalai, sedangkan kami sudah tidak bisa menggarap. Harapan saya, tolong kembalikan tanah kami,” ucap saksi Haryanto

Saksi Komang Ardika Yasa menambahkan, “Saya melanjutkan tanah Bapak saya, saya kan ahli warisnya, kalau bisa saya ingin menggarap tanah itu, mau saya tanami palawija dan singkong. Saya tidak bisa mengelola tanah itu karena tanah saya dipagari sama orang yang tidak saya kenal, Saya punya alas hak, Sporadik. Harapan saya, agar Pemerintah mengembalikan tanah kami,” tandas saksi Komang Ardika Yasa

Terdakwa Nyoman Tirtawan menyatakan, “Fakta bahwa tanah itu bukan aset Pemkab Buleleng karena berdirinya hotel diatas tanah milik warga masyarakat, tidak ada perjanjian dengan pihak manapun, baik dengan Pemkab Buleleng ataupun dengan masyarakat, ini kategori Hotel Ilegal, karena sesuai dengan informasi yang saya dapat dari Polda Bali, dan dari pihak yang dipanggil, memang mereka tidak bisa menunjukkan surat bukti kemitraan, tentang sistem pengelolaan tanah di Batu Ampar yang katanya milik Pemkab Buleleng, namun diberikan kepada pihak ketiga tanpa adanya perjanjian apa katanya itu dikontrakkan, disewakan dan sebagainya.”

“Ini adalah fakta telah terjadi pelanggaran hukum, pelanggaran prosedur, baik yang dilakukan oleh Hotel Menjangan Dinasty dan juga Pemkab Buleleng , karena melanggar Permendagri tentang tata kelola aset daerah,” papar Tirtawan.

Tirtawan menceritakan bahwa dari kesaksi para saksi tiu bahwa ada warga yang sudah memiliki sertifikat tahun 1959, sehingga kian memperkuat posisi dan kepimilikan masyarakat setempat atas tanah tersebur. “Terkait kesaksian warga Batu Ampar tadi bahwa ada warga yang juga punya sertifikat tahun 1959, itu memang fakta tanah milik masyarakat , terlebih dari dulu sampai sekarang pajak ditagih terus oleh Pemkab Buleleng, dan masyarakat membayar terus dengan itikad baik,” cerita Tirtawan.

Komentar