UU Cipta Kerja Melanggar Konstitusi dan Mengancam Hak Perempuan

Pada pertimbangan hukumnya, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan pentingnya partisipasi masyarakat yang dilakukan secara bermakna (meaningful participation) bagi kelompok masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian (concern) terhadap rancangan undang-undang yang sedang dibahas.

Namun Putusan yang dianggap sebagai penyeimbang perlu dipenuhinya syarat formil dengan tujuan strategis dibentuknya UU a quo menunjukkan Mahkamah Konstitusi telah 2 mengabaikan fakta gelombang penolakan UU a quo oleh masyarakat yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk gerakan perempuan.

Alih-alih mengeluarkan Putusan yang tegas dan lurus dengan membatalkan UU a quo, Mahkamah Konstitusi justru memberikan toleransi terhadap pelanggaran konstitusi dengan memberikan waktu perbaikan.

“Raison d’etre (alasan keberadaan) adalah untuk peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, serta percepatan proyek strategis nasional sebagaimana tercantum dalam nomenklatur UU Cipta Kerja.

Sehingga dalam 8 bulan UU Cipta Kerja secara serampangan disahkan dengan melanggar prinsip kedaulatan rakyat sebagai pilar utama bernegara sebagai amanat konstitusi.

Waktu 2 tahun, tentunya bukanlah hal sulit untuk dilakukan oleh pemerintah untuk tetap mempertahankan UU a quo.” tegas Arieska Kurniawaty, Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan. Pada konteks implementasi CEDAW pun, General Recommendation No.34 telah menegaskan semangat tiada pembangunan tanpa persetujuan perempuan, khususnya bagi perempuan pedesaan.

Perempuan pedesaan harus dianggap sebagai penggerak pembangunan berkelanjutan. Sehingga kebijakan dan proyek pembangunan tidaklah dapat mengabaikan peran vital perempuan sehingga tidak responsif gender dan mengakibatkan perempuan tidak mendapatkan manfaat serta semakin terpinggirkan dari pembangunan tersebut.

 Putusan Mahkamah Konstitusi ini yang bertepatan dengan dimulainya 16 Hari Kampanye Anti Kekerasan terhadap Perempuan menjadi momentum untuk menegaskan kembali desakan Solidaritas Perempuan untuk mencabut UU Cipta Kerja.

Komentar