Pengusaha Truk Soal Penangkapan Preman Pungli: Dejavu

JurnalPatroliNews Jakarta – Ketua Umum Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Kamselindo) sekaligus pengusaha truk dan logistik Kyatmaja Lookman menyebut penangkapan preman pelaku pungutan liar (pungli) bagai dejavu karena muncul lagi walau sudah pernah dilakukan penegakan oleh aparat.

Kyatmaja menyebut praktik pungli sudah jadi rahasia umum, terjadi hampir setiap hari dan pengusaha dibuat tidak berdaya. Ia menyebut pungli terjadi baik di luar maupun di dalam pelabuhan. Tak hanya di Tanjung Priok, ia menyebut praktik juga terjadi merata di pelabuhan lainnya.

Pungli di dalam pelabuhan, ia menyebut biasanya kerugian tidak terlalu besar, hanya Rp5.000-Rp10 ribu per truk. Menurut dia, yang mengkhawatirkan adalah pungli di luar pelabuhan.

Dia menyebut aksi dilakukan pada saat terjadi kemacetan. Saat kendaraan sedang statis, para preman memalak dan merampas barang pribadi supir truk, ponsel dan dompet menjadi barang paling umum yang dirampas.

Saat menjadi sorotan Presiden Joko Widodo dan dilakukan penertiban oleh Kapolri, ia menyebut terjadi penurunan aksi premanisme. Tapi ia menilai masalah tidak selesai hanya dengan penyisiran sementara.

Dulunya pun, lanjutnya, pernah dilakukan penertiban oleh Kapolri. Sayangnya, karena tidak adanya konsistensi dan tidak adanya sistem yang mampu mencabut masalah dari akar rumput, pungli pun muncul lagi.

“Dulu pernah diberlakukan Saber Pungli (Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar). Pak Presiden juga ngomong hal sama jadi ini dejavu sebenarnya, kejadiannya berulang kembali,” bebernya kepada CNNIndonesia.com, Senin (14/6).

Tak hanya orang dewasa, ia menyebut pelaku juga berasal dari kelompok anak dan remaja. Ia meyakini bahwa aksi pungli merupakan tindak kriminalitas yang terorganisir. Lihai dalam melakukan aksinya, ia mengaku sempat melihat pelaku remaja yang membongkar aki hingga ban serap truk.

Penangkapan pelaku pungli, kata dia, tidak akan memberantas masalah. Pasalnya, akar permasalahan adalah masalah sosial alias kemiskinan. Bila tidak ada pembinaan untuk mengarahkan preman pungli untuk mencari pekerjaan lain, ia pesimis permasalahan bakal tuntas. Ujung-ujungnya, kata dia, pengusaha yang jadi sapi perah.

“Kalau kerugian per mobil bisa ratusan ribu rupiah, kalau yang diambil hape bisa jutaan. Jumlahnya kami tidak pernah ada laporan,” ujarnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan menyatakan pungli merupakan permasalahan menahun yang berawal dari kemacetan di pelabuhan. Ia menyebut kemacetan tersebut kemudian dimanfaatkan oleh para preman untuk menjarah barang dan uang tunai.

Meski mengaku mengapresiasi langkah Kapolri, namun ia mengingatkan agar penangkapan jangan berhenti sampai di sini. Dari pengalaman sebelumnya, ia menurutkan bahwa bila berganti kepala kepolisian, maka berganti pula kebijakan.

Saber Pungli contohnya. Ia menyebut satgas tidak lagi aktif setelah terjadi perubahan kepala kepolisian. Bila terus gonta-ganti kebijakan setiap beberapa tahun, ia mengaku pesimis aksi pungli bisa diberantas.

“Saber Pungli diaktifkan lagi dong, kelihatannya mereka enggak ada kerjaannya nih, engga ada gregetnya,” kata Gemilang.

Ia mengaku sempat diajak berdiskusi dengan salah seorang kepala kepolisian resor (kapolres). Awalnya disepakati bahwa para supir truk bakal dilengkapi peralatan dan lampu hazard yang terkoneksikan dengan aparat keamanan.

Sayangnya, belum sempat teralisasi, kapolres tersebut sudah digantikan dan lagi-lagi solusi mandek.

Sepaham dengan Kyatmaja, dia juga menilai akar dari permasalahan adalah masalah sosial. Bila warga sekitar pelabuhan tidak diberdayakan, ia menilai solusi hanya bertahan sementara saja.

“Dari dulu begini terus, muncul ditangkap polisi nanti muncul lagi ya ditangkap lagi, kan begitu terus. Mestinya ada upaya yang lebih,” papar dia.

Seperti diketahui, sudah lebih dari 100 orang preman pungli ditangkap oleh aparat di berbagai wilayah di Indonesia. Hal tersebut dilakukan setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ditelepon oleh Jokowi yang tengah mendengar keluh kesah sejumlah sopir truk di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Sedikitnya, 49 orang ditangkap. Termasuk polisi menangkap koordinator pungli di area JICT, Ahmad Zainul Arifin pada Jumat (11/6).

“Atasan yang tujuh orang kemarin ditangkap,” kata Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok AKBP Putu Kholis saat dikonfirmasi, Sabtu (12/6).

Dalam hal ini, modus yang dilakukan pelaku yang juga merupakan seorang karyawan outsourcing ialah mematok harga untuk memberikan pelayanan operasi crane dalam proses bongkar muat. Jika tak membayar, maka truk tak akan dilayani.

Para pelaku pungli di JICT pun mematok uang pungli dari korban dengan besaran Rp2 ribu hingga Rp20 ribu. Kemudian, Zainul sebagai koordinator menerima sebesar Rp100 ribu hingga Rp150 ribu setiap harinya.

“Yang bersangkutan mengetahui aktivitas para operator di bawah pengawasannya yang melakukan pungli dengan modus meletakkan kantong plastik atau botol air mineral,” ucap Putu.

 

Komentar