Ada Apa Separatis Papua Tidak Kunjung Tuntas Sejak 1965

JurnalPatroliNews – Papua – kembali membara, sejumlah prajurit TNI Tim Gabungan Satgas Yonif R 321/GT yang sedang melaksanakan pencarian pilot Maskapai Susi Air di wilayah Nduga ditembaki oleh kelompok separatis dan teroris (KST)/Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada Sabtu kemarin (15/4/2023).

Mabes TNI telah mengkonfirmasi kejadian tersebut dan menyampaikan bahwa secara cek fisik korban tewas dari pihak TNI hanya satu orang, dan bukan enam orang seperti yang sebelumnya ramai di beritakan.

Kejadian tersebut menambah rentetan masalah kekerasan di Papua yang melibatkan aparat keamanan dan KST/OPM Papua.

Permasalahan KST/OPM yang sudah ada sejak tahun 1965 tampaknya tak kunjung selesai. Meskipun pemerintahan berganti pun dengan cara dan pendekatan berbeda. Masalah Papua tetap tak selesai.

Menurut laporan riset Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada (UGM), selama periode 2010 sampai Maret 2022 ada 348 kasus kekerasan yang terjadi di Provinsi Papua dan Papua Barat. Dari seluruh kasus tersebut ada 464 korban jiwa, di mana sebagian besar atau 320 korban (69%) berstatus masyarakat sipil.

Kemudian ada 106 korban jiwa yang berstatus aparat keamanan, terdiri dari 72 Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan 34 Polisi. Serta 38 korban jiwa yang berstatus KST/OPM.

Dari data tersebut kita melihat bahwa korban terbesar dari masalah mengular di Papua adalah masyarakat sipil. Belum lagi jika kita hitung dari awal permasalahan, jumlah korban pasti jauh lebih banyak.

Seharusnya tidak perlu sampai jatuh korban bila permasalahan Papua dapat cepat diselesaikan dan tidak berlarut sampai saat ini.

Polemik Papua memang kompleks, karena bukan hanya melibatkan berbagai kepentingan baik dalam dan luar negeri. Sehingga proses penyelesaiannya lebih kompleks dari masalah lainnya.

Hal tersebut pun akhirnya menyasar Panglima TNI sebagai pihak yang disalahkan. Padahal untuk penyelesaian gangguan masalah keamanan dalam negeri bukan sepenuhnya tugas pokok TNI, melainkan tugas Kemenkopolhukam dan Polri.

Dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono tampaknya terkena imbas akumulasi ketidakberesan pengelolaan masalah Papua yang kini tiba-tiba meluap menjadi besar.

Tak bisa dipungkiri pula bahwa faktor politik, yakni mendekati pilpres 2024, merupakan salah satu faktor yang mempengarusi ekskalasi konflik. Karena isu Papua nampaknya sudah menjadi komoditas politik yang bisa menjadi daya tawar bagi pihak tertentu untuk ikut menikmati manis kekuasaan di negeri ini.

Komentar