Anak Buah Sri Mulyani Ditangkap KPK, Azmi Syahputra Ingatkan Pejabat Koruptor Jangan Merasa Aman

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pejabat yang melakukan korupsi diingatkan untuk tidak merasa aman. Karena sewaktu-waktu akan dijerat proses hukum.

Begitu yang disampaikan oleh Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menanggapi kembali ditangkapnya pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait kasus suap pemeriksaan pajak.

KPK pada Rabu (10/11) menangkap Wawan Ridwan (WR) selaku Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada DJP serta pernah menjabat sebagai Kepala Pajak Bantaeng Sulawesi Selatan (Sulsel) sampai dengan Mei 2021.

Sebelum ditangkap KPK, Wawan menjabat sebagai Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi dan Penilaian Kanwil DJP Sulsel, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara.

Kasus ini merupakan pengembangan kasus suap pajak yang juga ditangani oleh KPK yang menjerat dua pejabat DJP lainnya. Yaitu, Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada DJP tahun 2016-2019, dan Dadan Ramdani selaku Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada DJP.

“Inilah rentetan atas sebuah kasus hukum, karena dalam tindak pidana korupsi di mana ada pelaku utama, di situ ada pelaku pembantu,” ujar Azmi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis sore (11/11).

Azmi pun mengingatkan agar para pejabat yang korupsi untuk tidak merasa aman. Karena, sewaktu-waktu juga akan dapat terjerat atas perbuatannya dan dimintai pertanggungjawaban hukum.

“Karena perkara pelaku yang turut serta atau pembantu kejahatan termasuk dalam yurisdiksi yang sama dengan pelaku utamanya,” kata Azmi.

Menurut Azmi, tren fenomena perbuatan pejabat dan pengusaha melalui suap semakin kronis. Karena, kejahatannya dikemas melalui sarana penyalahgunaan jabatan atau wewenang dengan menerima suap.

“Apalagi pembayaran pajak dari perusahaan besar yang nilai pajaknya tinggi, yang jadi salah satu sumber mendapatkan uang bagi oknum pejabat pajak, dan ini memalukan dan bertentangan dengan kewajiban jabatannya,” tegas Azmi.

Perilaku kejahatan suap ini, karakteristik kejahatannya biasanya sudah ada keinginan yang sama dari masing-masing pihak dalam kapasitasnya sebagai pemberi dan penerima suap.

Jadi, sudah terbentuk unsur perbuatan sejak awal karena sudah ada deal untuk tujuan sesuatu yang biasanya akan merugikan keuangan negara.

“Dan pihak-pihak yang terlibat di zona suap ini, akan mendapatkan keuntungan secara pribadi, di sinilah inti perbuatan kejahatannya, padahal pejabat tersebut sadar dan tahu hal tersebut bertentangan dengan jabatannya dan tahu akibatnya bila kasus itu terungkap,” jelas Azmi.

Dengan kejadian ini, Azmi melihat bahwa masih banyak pejabat yang tidak memahami makna perubahan.

Saat institusi telah melakukan transformasi, ternyata masih ada oknum pejabat yang berupaya mencari celah dan mempertahankan budaya kerja dan perilaku yang murah dan mudah dengan cara menerima suap.

Tujuan menerima suap, kata Azmi, untuk kepentingan pribadi dam mendapatkan fasilitas seluas-luasnya dengan cara curang.

“Pejabat yang seperti ini harus diamputasi (diberhentikan) dan dihukum maksimal karena tidak menjaga integritas diri dan nama baik insitusi,” pungkas Azmi.

Komentar