BPIP: Media Sosial Untuk Aplikasi Nilai Pancasila Bagi Paskibra

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah menyatakan bahwa Paskibraka juga memiliki tugas sebagai penyebar dan role model pelaku Pancasila di Indonesia.

“Dan dengan era digital saat ini, tugas itu dapat diwujudkan dengan memakai media massa dan sosial media menyebarkan nilai-nilai Pancasila,” sebut Benny.

Pakar komunikasi politik tersebut menjelaskan bahwa generasi muda (milenial dan Z) dicatat sebagai pengguna gadget dan media sosial terbesar, kira-kira sekitar 93% dari jumlah yang ada.

“Dan ini berarti sosial media sangat mempengaruhi tingkah laku, pikir, dan perilaku dari generasi yang akan menjadi pemimpin masa depan Indonesia. Kita bisa lihat sekarang, bagaimana orang mengejar like, subscribers, ataupun views. Dan kadang, malah tidak menghiraukan norma dan aturan hukum dan sosial di Indonesia,” jelasnya.

Benny menunjuk pada tren masyarakat yang menikmati tren yang sensasional dan seringkali tidak memiliki ‘isi’.

“Di TikTok, ada yang mandi dengan air kotor. Ada yang menubrukkan diri ke truk sampai meninggal. Ada yang melakukan tindakan prostitusi. Semua itu hanya agar populer, trendi, sensasional. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kemanusiaan, harga diri manusia, berkurang, sampai pada titik rendah seakan-akan manusia hanya berharga jumlah likes, subscribers, dan views,” imbuhnya.

“Demi konten, moralitas hilang. Konten kerap kali berbau isu SARA. Demi konten, persatuan dan kesatuan bangsa terancam.”

Stafsus Ketua Dewan Pengarah BPIP itu pun menyatakan panggilan Paskibraka adalah menjadi suar kebenaran.

“Pasukan harus memberi kebenaran, mendidik masyarakat dengan nilai keutamaan Pancasila, dan memberikan hiburan lokal, serta menjadi inspirasi. Gunakan media sosial sebagai sarana aplikasi nilai-nilai Pancasila, mulai dari sekarang,” tutupnya.

Darmansjah Djumala, dalam paparannya, menanamkan pengetahuan sejarah pembentukan Pancasila.

“Saya rasa pengetahuan sejarah ini harus diketahui generasi muda, agar dapat mengerti kenapa Pancasila dan bagaimana Pancasila terbentuk menjadi ideologi bangsa dan negara kita,” katanya.

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Austria ini juga menjelaskan bahwa generasi muda harus menyadari tantangan Pancasila.

“Ada dua macam, di tingkat nasional dan tingkat internasional. Tingkat nasional adalah gerakan-gerakan dari dalam yang menyebarkan paham-paham dan pengetahuan yang salah soal Pancasila dan sejarahnya. Mendistorsi sejarah untuk sesuai dengan agendanya.”

“Dan dalam tingkat internasional, paham-paham liberalisme, sosialisme, dan juga teokrasi, itu sangat berusaha masuk dan menghancurkan kesatuan persatuan yang sudah terjalin. Itu semua harus kita sadari dan pahami, untuk dapat menangkal diri menjaga Pancasila,” tutupnya.

Komentar