Peluncuran Buku: Dr Muhammad A.S Hikam, “Kekuasaan itu Bagaikan Api” 

Oleh: Dr Retno Intani ZA, MSc Ketua Bidang Pendidikan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat

JurnalPatroliNews – Jakarta – Demokrasi kita ini adalah pilihan para pendiri negeri ini. Pemerintahan bertanggung jawab untuk kepentingan bersama. Hal ini dikatakan Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia pada saat memberi sambutan peluncuran buku “Demokrasi Sebagai Tanggung Jawab: Menjaga Demokrasi Indonesia dari Keterpurukan”.

Buku tersebut ditulis Dr Muhammad A.S Hikam, mantan Menteri Riset dan Teknologi (1999-2001) di era pemerintahan Presiden RI keempat KH Abdurahman Wahid (Gus Dur).

Buku diluncurkan pada Selasa, 30 Mei 2023 di ruang Seminar lantai 1, Gedung Widya Graha, BRIN, Jalan Gatot Subroto, Jakarta.

Mahfud MD memaparkan, negara dalam memilih demokrasi itu merupakan pilihan yang sadar. Sebanyak 62 orang anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) berdebat tentang bentuk pemerintahan negara kerajaan atau republik  dengan pusat pemerintahan berada di tangan rakyat.

Pihak kerajaan usul bentuk kerajaan, sementara bung Karno menginginkan republik agar masyarakat dapat turut berpartisipasi dan turut bertanggung jawab. Akhirnya 55 orang anggota BPUPKI memilih republik, 6 orang memilih kerajaan dan 1 orang abstain.

Dalam buku tersebut, Mahfud MD sepakat dengan paparan penulis di halaman 161 bahwa kekuasaan selalu menarik syahwat. Kekuasaan itu bagaikan api. Supaya tidak membakar, maka harus ada mekanisme politik.

Tiga landasan untuk mengatur mekanisme politik. Pertama, kekuasaan harus dibatasi lingkup dan waktunya. Kedua, mengutip pemikiran Abraham Lincoln, demokrasi harus berasal dari dan untuk rakyat sebagai inti sumber dan tujuan demokrasi. Ketiga, harus tunduk pada aturan. Demokrasi itu penting dan menuntut tanggung jawab bukan hanya hak sehingga ada tanggung jawab moral.

Selain menghadirkan Menkopolhukam, Mahfud MD, peluncuran  buku juga menghadirkan pembahas Prof Syamsuddin Haris, peneliti senior LIPI /Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang ditunjuk menjadi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); Prof. Dr. Ali Humaidi, M.Hum Kepala Pusat Riset Kesejahteraan Sosial Desa dan Konektivitasi BRIN; dan Dr. Mohammad Sobary, budayawan yang biasa dipanggil Kang Sobary.

Prof Syamsuddin Haris melihat partai sebagai lembaga politik tidak melakukan kaderisasi. Yang dipakai oleh partai adalah kader yang punya uang. Kader yang berdedikasi tapi tidak punya uang tidak bisa nyaleg. Kalaupun nyaleg cenderung gagal.

Sementara Prof Ali Humaidi optimis desa bisa menjadi demokrasi  deliberatif seperti yang dikonsep oleh Jurgen Habermas. Ada partisipasi sebagaimana indikator deliberatifnya sebuah demokratisasi. Namun kenyataannya, desa dipolitisasi dan dikapitalisasi.

Dr Mohammad Sobary mengingatkan apresiasilah demokrasi dengan terlebih dahulu mengapresiasi tradisi dan kearifan lokal bangsa. Sobary melihat bahwa buku tersebut tidak memisahkan ilmu dan seni. Penceritaannya diutarakan dalam bentuk prosa yang puitik. Terdapat 13 puisi di Bab 6 yang bercerita tentang rentetan peristiwa politik yang terjadi di kurun waktu 2017-2021.

Komentar