Permintaan Ekspor Produk UMKM Tinggi Saat Pandemi

JurnalPatroliNews Jakarta – Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkapkan, di tengah pandemi Covid-19 sebenarnya permintaan ekspor terhadap produk UMKM sangat tinggi. Hanya saja, berbagai kendala mulai dari kapasitas produksi hingga ketersediaan kontainer masih menjadi persoalan.

“Walaupun sebenarnya permintaan ekspor juga banyak seperti produk-produk furniture, kopi, buah-buahan tropik dan macam-macam kuliner. Tetapi kita terkendala kontainer,” kata Teten dalam kunjungan kerjanya ke Purworejo, Jawa Tengah, Sabtu (28/8).

Kelangkaan kontainer masih menghantui permasalahan logistik saat ini, khususnya di perdagangan ekspor impor. Jika pun bisa diusahakan, mesti ada tambahan biaya pengiriman yang cukup mahal. Kondisi ini tak hanya dihadapi oleh pengusaha besar, tetapi juga UMKM yang berorientasi ekspor.

Secara khusus terkait biaya pengiriman tersebut, menurut Teten hal itu masih dibicarakan dan dirumuskan oleh Komite PEN lintas kementerian. Sehingga belum ada skema yang tepat.

“Saya sedang pelajari bagaimana di negara lain. Memang harus dihitung jika ada biaya tambahan kontainer seberapa besar kebutuhannya. Dan berapa kali lipat dari nilai subsidi nanti bisa diberikan kepada transaksi ekspornya,” jelas Menteri Teten.

Ia bilang, saat ini sedang membidik UMKM potensi ekspor, yang market demand-nya ada, tetapi supply chainnya masih berantakan. “Misalnya soal briket dari tempurung kelapa dan gula semut, saya baru tahu kalau permintaannya dari luar negeri itu besar dan di Indonesia bisa diekspansi lagi,” ungkapnya.

Meski permintaan dua produk itu tinggi, namun sayang dari hasil pantauannya di Sulawesi dan Jawa Barat, UMKM nya tidak bisa memenuhi permintaan karena berbagai kondisi. Mulai dari kapasitas produksi sampai manajemennya. Sementara saat ini kontribusi ekspor UMKM masih rendah di angka 14,37 persen.

Yang memungkinkan di kondisi sekarang lanjut Menteri Teten, UMKM juga fokus untuk pasar dalam negeri yang bisa mensubstitusikan produk impor. Seperti buah-buahan, maupun fesyen muslim yang dibatasi impornya.

Dikatakan Teten, jika nanti ekonomi bisa segera pulih seutuhnya, ia berharap sektor konsumsi dalam negeri yang bisa terus naik. Pasalnya, ekonomi Indonesia ditopang konsumsi rumah tangga hingga 53 persen. Adanya pelonggaran PPKM, ia optimistis kegiatan ekonomi segera terdongkrak.

“Jadi sekarang program kami terus memikirkan bagaimana UMKM survival, dan menyiapkan juga transformasi UMKM pasca Covid-19 nanti,” imbuh Menkop.

Diakuinya, bertahan menjadi salah satu strategi yang bisa dilakukan para pelaku UMKM dalam menghadapi ancaman Covid-19 yang belum kunjung usai.

Di saat yang sama, pemerintah bersama Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) juga terus menjalankan strategi pemulihan ekonomi nasional (PEN), dengan berbagai kebijakan yang mengakomidir kepentingan UMKM. Mulai dari restrukturisasi hingga Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM).

“Strategi kita saat ini adalah bagaimana untuk bertahan lebih dahulu. Daya beli masyarakat turun, sementara kebutuhan masyarakat prioritas pada kebutuhan pokok. Jadi sektor ini (UMKM) di masa survival yang terus kita dorong,” tegas Teten.

Dari UMKM orientasi ekspor yang dikunjungi Menkop di Purworejo mengamini. Martini, pemilik usaha Martini Natural yang memproduksi berbagai kerajinan mulai dari sandal, rajut, homedecore dan tas anyaman ini, memang merasakan betul kesulitan ketersediaan kontainer di saat pandemi.

Sehingga kegiatan ekspor produk Martini ke Kanada, Amerika Serikat jadi ikut terganggu. Ditambah tokonya tutup, karena ada pembatasan aktivitas masyarakat. “Sekarang tinggal memenuhi permintaan lewat online saja. Sambil menunggu ada harapan soal ketersediaan kontainer,” ucap Martini yang sebelumnya memenuhi permintaan 22 kontainer sandal untuk ekspor.

Senada, Ketua Koperasi Srikandi Sri Susilowati menyampaikan keluhannya terkait ekspor. Namun saat ini ia masih terus memenuhi permintaan dalam negeri. Diketahui Koperasi Srikandi ini memproduksi olahan dari kelapa berupa gula semut dan gula cair. Negara-negara yang menjadi pasar ekspornya adalah Rusia, Belanda, Amerika Serikat hingga Israel.

“Paling banyak itu permintaan gula cair. Bisa sampai 168 ton saat ekspor. Dan kapasitas produksi kami ini bisa sampai 200 ton gula per minggu. Kami memberdayakan para petani dan sumber daya lokal,” cerita Sri.

Koperasi Srikandi yang kini bertransformasi menjadi badan usaha dengan kapasitas yang besar, mempekerjakan 208 perempuan dan mengandeng 2 ribu petani lokal. Yang terbaru, Koperasi Srikandi melaunching produk barunya berupa sirup botolan yang juga akan diekspor.

Komentar