Rendahnya Belanja Bansos, Sri Mulyani Ingatkan ‘Menkeu Daerah’ APBD Ngendon di Bank’

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta agar pemerintah daerah ikut membantu pemerintah pusat menjadi menyiapkan shock absorber atau peredam gejolak ekonomi.

Pasalnya, selama ini setiap kali Dana Bagi Hasil (DBH) atau Dana Alokasi Khusus (DAK) dikurangi atau diubah oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah cenderung menjadi ‘tak berdaya’.

“Ini yang kami minta agar daerah juga semakin memiliki absorber,” jelas Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Selasa (7/6/2022).

Dalam penanganan pandemi Covid-19 pada tahun 2020-2022, misalnya, Sri Mulyani menerangkan bahwa jumlah belanja bantuan sosial dalam APBD hanya sekira Rp 11 triliun. Sementara belanja bansos dalam APBN mencapai Rp 400 triliun dalam tiga tahun terakhir.

Rendahnya belanja bansos ini menandakan bahwa pos-pos belanja yang tujuannya melindungi dan menjamin kesejahteraan warga masih didominasi oleh pemerintah pusat. Padahal, pemerintah sudah memberi keleluasaan melalui otonomi daerah.

“Seluruh belanja di take over ke pusat, mulai vaksinasi, perawatan, insentif dokter dari APBN, bukan dari APBD,” jelas Sri Mulyani.

Dana untuk daerah juga sudah ditransfer melalui transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) dengan rata-rata sebesar Rp 800 triliun setiap tahunnya ke daerah.

“Ini sepertiga (1/3) seluruh belanja negara, kalau tak terjamin hasilnya itu jadi risiko yang sangat besar,” tuturnya lagi.

Dalam mengatur keuangan pemerintah pusat dan daerah, Sri Mulyani menyebut bahwa perlu mengubah orientasi dari proses menjadi hasil, karena ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Perlu bahas bersama dan kami di Kemenkeu akan terus mendengar dan memperbaiki peraturan-peraturan TKDD dan akan mencoba meyakinkan belanja negara dengan kualitas lebih baik yang bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.

Komentar