Meski Kerabat Dekat Jokowi, Pengamat: MK Lampaui Kewenangan Jika Putuskan Sistem Pemilu Tertutup

JurnalPatroliNews – Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) tidak punya kewenangan membuat UU. Oleh karena itu, MK tidak berhak memutuskan Indonesia menggunakan sistem pemilu proporsional tertutup atau terbuka.

Menurut pengamat politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga, jika MK memutuskan Indonesia menggunakan salah satu dari sistem pemilu tersebut, maka MK telah melampaui kewenangannya.

“Karena itu, MK bisa dinilai sewenang-wenang dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya,” kata Jamiluddin kepada rekan media, dikutip Rabu (31/5).

Jamiluddin menambahkan, fungsi MK hanya melihat apakah penggunaan sistem pemilu bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kalau bertentangan, maka sistem pemilu itu diputuskan tidak berlaku.

Hanya saja keputusan MK itu dikembalikan kepada pembuat UU untuk diperbaiki. Pembuat UU yang akan merumuskan sistem pemilu yang sesuai dengan perundang-undanhan yang lebih tinggi, yaitu UUD 1945 yang sudah diamandemen.

“Pembuat UU di Indonesia adalah DPR bersama Pemerintah. Dua lembaga inilah yang punya kewenangan memutuskan sistem pemilu yang akan digunakan,” katanya.

Dia mengatakan kalau kewenangan itu dilaksanakan MK, maka tidak seharusnya MK memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup atau terbuka yang digunakan.

“Kehawatiran MK tidak adil, memang ramai beredar di tengah masyarakat. Namun penilaian itu perlu diuji lebih jauh dari keputusan yang akan diambil MK terkait sistem pemilu,” ucapnya.

Meskipun Ketua MK saat ini merupakan kerabat dekat Presiden Joko Widodo, namun hasil keputusan MK tidak seharusnya bisa diintervensi oleh pihak lain.

“Jadi, karena Ketua MK iparnya Presiden Joko Widodo, tentu tidak otomatis yang bersangkutan pasti dapat diintervensi. Bagaimana pun Ketua MK punya integritas dan profesional dalam memutuskan perkara tersebut,” tutupnya.

Komentar