Soal Bahasan RUU Kesehatan, Chazali Ungkap: Bola Panas di Tangan Komisi IX DPR

Selain itu ia juga berharap panja Komisi IX DPR juga bisa menggali lebih dalam lagi partispasi masyarakat, sebagai upaya cross check, dan pengujian kebenaran informasi yang diperoleh Panja DPR, dan mensinkronkannya dengan masukan DIM Pemerintah.

Pasal-pasal yang krusial, menimbulkan kegaduhan, dan tidak bermanfaat untuk masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya, menurutnya dihapuskan saja.

Panja Komisi IX DPR juga diharapkannya dapat menyisir pasal-pasal yang tidak perlu diangkat dalam bentuk norma Undang-Undang, tetapi cukup regulasi dibawahnya, untuk dihapus.

Seperti misalnya bocoran yang didapat adv. Muhammad Joni, SH, MH, bahwa DIM yang dibuat Menkes itu pada DIM 50 Pasal 1 angka 37, menghapus keberadaan Organisasi Profesi Kesehatan.

“Ini dianggap sebagai suatu usulan keterlaluan dan menunjukkan arogansi kekuasaan yang tidak pantas dan menabrak norma-norma hukum lainnya. RUU Kesehatan dengan pendekatan Omnibus Law sepertinya sebagai instrumen politik Menkes untuk memberangus eksistensi organisasi profesi,” ujarnya.

Fokus Pasal terkait dengan perubahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Draft RUU Kesehatan, sebagai revisi terhadap UU Kesehatan yang lama ( No. 36/2009) menurutnya tidak perlu menyentuh UU SJSN dan UU BPJS yang bersifat Lex Specialist. Cukup mengelaborasi substansi terkait Kesehatan yang tercantum dalam UU SJSN dan UU BPJS ke dalam RUU Kesehatan.

Selain itu lanjutnya, soal isu tenaga kesehatan dokter spesialist dan pendidikan kedokteran, STR, SIP dan lainnya, juga tidak perlu diatur dalam bentuk UU. Cukup regulasi dibawahnya dalam bentuk Kepres, PP, dan PMK.

“DPR Komisi IX pasti sudah memahami bahwa penyusunan RUU dengan pendekatan Omnibus Law menyisakan persoalan yang tidak selesai. Sampai hari ini demo buruh masih berlangsung protes UU Cipta Kerja, UU P2SK yang menyabet JHT masuk dalam UU P2SK, dan persoalan dengan pihak Kepolisian terkait wewenang penyelidikan, masih belum selesai,” terang Chazali.

Untuk itu ujarnya, panja Komisi IX DPR harus ekstra hati-hati atas potensi masuknya kepentingan lain yang bermotif jaringan bisnis kesehatan dan kekuasaan untuk mengendalikan BPJS Kesehatan dengan memporak porandakan pasal-pasal dalam UU SJSN dan UU BPJS, melalui tangan Omnibus Law.

“Peserta JKN yang selama ini sudah merasakan manfaat JKN, dan dikelola oleh BPJS Kesehatan secara independen sebagai badan hukum publik, merupakan aset yang harus dijaga dan dipelihara oleh DPR. Perlu diingat, RUU SJSN dan RUU BPJS diusulkan atas inisiatif DPR. Akan menjadi suatu yang ironi jika UU SJSN dan BPJS porak poranda di tangan DPR,” tutupnya.

Komentar