Ada Apa Shell Minggat dari Blok Masela?, Ini Penjelasan SKK Migas

Jurnalpatrolinews – Jakarta, Pemerintah menyatakan kekecewaannya terhadap Shell Upstream Overseas Ltd setelah perusahaan tersebut memutuskan hengkang dari proyek gas abadi blok Masela.

Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengungkap sebelumnya Shell berkali-kali membantah rumor soal rencana divestasi mereka di proyek Masela dan berkomitmen untuk tetap melanjutkan investasi di proyek tersebut.

“Kami langsung mendapat arahan dari pemerintah untuk kirim surat. Dua kali atau tiga kali kami telah mengirim surat ke Shell, menyampaikan bahwa pemerintah merasa kecewa dengan langkah yang diambil oleh Shell,” ujar Dwi di komisi VII DPR, Senin (24/8).

Meski demikian, lanjut Dwi, pemerintah telah menyetujui langkah divestasi tersebut dan mengizinkan Shell membuka data proyek Masela kepada calon perusahaan yang akan mengambil porsi saham partisipasi mereka.

Di samping itu, Shell juga telah menyampaikan perusahaan mana saja yang berpotensi masuk menggantikan mereka di proyek tersebut.

“Izin BKPM sudah tandatangani, open data. Shell juga sudah menyampaikan kepada kami tentang siapa-siapa yang potensial lalu mereka semua akan diundang,” tutur Dwi.

Nantinya, perusahaan yang tertarik untuk mengambil alih saham tersebut akan membuat proposal kepada Shell untuk selanjutnya diikutsertakan dalam proses tender. “Kami minta secepatnya supaya tidak mengganggu proses project dan lain sebagainya,” ujar Dwi.

Dwi berharap Pertamina sebagai perusahaan migas nasional menjadi pengganti Shell, mengingat besarnya cadangan gas yang ada di Masela. Karena itu ia meminta Komisi VII DPR mendorong PT Pertamina (Persero) untuk berpartisipasi dalam proses tender yang dilakukan Shell.

“Kami juga tidak bisa memaksa Shell untuk harus menjual ke Pertamina kalau Pertamina sendiri tidak menyampaikan keberminatan,” ucapnya.

Hingga Juli 2020 proyek Masela sendiri baru mencapai progres 2,2 persen dari rencana awal yang seharusnya tergarap 10,5 persen.

Keterlambatan progres pembangunan tak hanya disebabkan covid-19 melainkan juga anjloknya harga minyak dunia yang membuat proyeksi keekonomian dan investasi berubah.

Hal ini juga membuat kesepakatan investasi antara pemerintah dan Inpex pemegang saham partisipasi selain Shell terhambat.

“Isu keuangan dan keekonomian ini suatu yang kami harapkan bisa segera kami sepakati. Ini juga dipengaruhi penurunan harga dan demand. Minyak global asumsi awal saat approval 65 dolar/barel, sementara LNG 7,47/MMBTU dan gas pipa 6 dolar MMBTU. Harusnya memang ada perubahan tetapi tidak terlalu jauh,” tandasnya. (lk/)

Komentar