Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil Sebut Ada Mafia Tanah Kuasai Lahan di Tangerang, KPA Beri Sindiran Menohok !

Jurnalpatrolinews – Jakarta : Selanjutnya, Sofyan bertekad untuk memberangus para mafia tanah yang selama ini membuat sulit kalangan pebisnis atau investor. “Saat yang sama kami juga perangi mafia tanah ini mafia tanah di Indonesia luar biasa, apa itu? mafia tanah itu penjahat yang ingin menguasai tanah rakyat dengan cara-cara yang tidak benar,” kata Sofyan dalam video conference, Jakarta, Jumat (11/12/2020).

Sofyan mencontohkan, salah satu kejadian mafia tanah di Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten. Tanah yang dimiliki oleh seorang masyarakat terbentur dengan adanya nomor identifikasi bidang (NIB) yang sudah berganti nama ke pihak lain tanpa diketahui. “Ini di belakangnya mafia tanah. Mafia tanah yang ingin grab tanah rakyat itu yang terjadi, itu contoh,” katanya.

Menurut Sofyan, banyak cara yang dilakukan para mafia tanah di Indonesia hanya untuk menguasai lahan. Cara lainnya adalah dengan melayangkan gugatan tanpa sepengetahuan pemilik, dan pada persidangan ternyata dimenangkan oleh penggugat. “Ada lagi (mafia tanah) yang manipulasi, bilang sertifikatnya hilang bikin sertifikat baru padahal sertifikat sudah digadaikan di suatu tempat, macam-macam praktek buruk kejahatan yang kami klasifikasi mafia tanah,” jelasnya.

Sofyan mengaku saat ini institusi yang dipimpinnya ini berkomitmen memberantas seluruh aksi mafia tanah di tanah air. Sebab, kegaduhan soal pertanahan juga berdampak pada iklim investasi Indonesia. “Sekarang kami keras sekali sudah tangkap banyak, kami penjara banyak,” katanya.

“Praktek-praktek begini kami sedang perangi, kami perbaiki yang belum ada, kami sertifikasi, pelayan perbaiki dan perangi mafia tanah. Tujuan akhirnya ada kepastian hukum dalam kepemilikan tanah. Karena kalau tidak ada kepastian hukum dalam kepemilikan tanah maka risiko investasi di Indonesia sangat tinggi,” tambahnya.

Sebelumnya, dugaan mafia tanah telah memang telah mencuat di Kabupaten Tangerang khususnya di wilayah Pantai Utara (Pantura). Tidak hanya di Kecamatan Teluk Naga, namun juga kecamatan-kecamatan lain seperti Pakuhaji, Kosambi dan Sepatan.

Masyarakat yang menjadi korban mafia tanah berkali-kali mendatangi Kantor Agraria dan Tata Ruang (ATR) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang di Jalan Abdul Hamid, Tigaraksa.

Salah satunya pada pada Kamis (27/8/2020), massa yang berasal dari Kecamatan Teluk Naga, Kecamatan Pakuhaji, Kecamatan Kosambi dan Kecamatan Sepatan tersebut datang untuk menyampaikan aspirasi dan mempertanyakan kepada pihak BPN terkait tumpang tindih Nomor Identifikasi Bidang (NIB) tanah di wilayah mereka.

Dulamin Zhigo selaku koordinator aksi dalam orasinya meminta pihak BPN memberikan penjelasan agar tidak terjadi kekhawatiran di tengah masyarakat. Kata Zhigo, BPN Tangerang dan Pemerintah Desa diduga menerbitkan NIB tanah menjadi milik orang lain secara terstruktur. “Kami meminta kepada pihak BPN Kabupaten Tangerang supaya mengembalikan NIB tanah kepada pemilik awal atau pemilik sebenarnya,” kata Zhigo.

Menurut dia, munculnya tumpang tindih NIB tanah di sejumlah Kecamatan di Kabupaten Tangerang ini diduga karena adanya permainan oknum yang membantu mencaplok hak milik masyarakat. Pihak inspektorat dan aparat penegak hukum agar segera menyelidiki dan mengusut tuntas permasalahan NIB tanah tersebut. “Kami mendesak Inspektorat Pemerintah Kabupaten Tangerang agar segera mengambil langkah tegas menyikapi hal ini,” ujarnya.

Sementara hasil kajian Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengungkap sejumlah dasar fundamental yang menjadi penyebab lahirnya mafia tanah. Kata Ketua Dewan Nasional KPA Iwan Nurdin, faktor pertama adalah kepemilikan tanah dari para pelaku bisnis yang bersumber dari pemberian pemerintah. Misal, pengusaha kehutanan, pengusaha perkebunan, serta properti. Prioritas pemberian tanah dari pemerintah kepada pelaku bisnis menyebabkan hilangnya hak kepemilikan lahan masyarakat.

Kedua, aktor mafia. Dalam pemetaan mafia lahan justru berasal dari pengusaha dan oknum pegawai atau pejabat pemerintah. Asumsi ini didasari adanya kongkalikong atau secara diam-diam dilakukan melalui celah hukum. Pemerintah yang dimaksudkan adalah pemerintah daerah atau instansi dari Kementerian ATR/BPN. “Aktornya, selama ini adalah kongkalikong antara di dalam (pemerintah) dan di luar BPN yang memanfaatkan celah hukum. Di mana, peruntukan tanah itu lebih banyak pengusaha,” ujarnya, Minggu (13/12/2020).

Faktor ketiga, lanjut dia, adalah tidak maksimalnya atau rendahnya pencegahan maladministrasi. Khususnya terjadi pada pendaftaran sampai penerbitan sertifikat tanah. “Keempat, jika diketahui telah terjadi maladministrasi sistem di dalam BPN itu sendiri, itu tidak langsung menyelesaikan persoalan, justru menyerahkan persoalannya ke institusi lain, seperti pengadilan, sehingga persoalan tanah ini menjadi berlarut-larut dan bercabang,” kata Iwan.

Dia menegaskan, praktik mafia tanah berhubungan dengan praktik korupsi, perampasan tanah yang mengakibatkan konflik agraria, praktik mafia mengakibatkan adanya pungutan liar (pungli) di tengah-tengah masyarakat. Upaya pemerintah untuk mencegah hal tersebut dinilai kurang.

Dari segi kepastian hukum, penindakan penegak hukum terhadap masalah ini juga belum maksimal. Menurutnya, kerja sama antara pelaku bisnis dan pemerintah daerah menjadi penghalang. Padahal, indikator dari keberhasilan hukum terhadap permasalah mafia agraria adalah berkurang konflik agraria di masyarakat dan kembali hak-hak tanah masyarakat.

“Penindakannya seperti apa itu? Nah ukuran keberhasilan dari kepastian hukum yang mengurangi mafia tanah itu adalah berkurangnya konflik agraria, kemudian konflik-konflik agraria yang lama terjadi akibat praktik mafia tanah itu diselesaikan, direvisi, dan dikembalikan hak-hak masyarakatnya,” ujar Iwan.

Sebab itu, pemulihan hanya bisa dilakukan apabila BPN berupaya dengan sungguh-sungguh memperbaiki internalnya, sehingga konflik agraria bisa menurun dan angka perampasan tanah tidak terjadi di kemudian hari. “Aparat BPN harus merefleksi mendalam terhadap sistem yang selama ini membuat mafia tanah marak. Lalu kerja-kerja konkret terhadap penghukuman atau penindakan terhadap aktor internal di dalam BPN itu sendiri yang praktik mafia tanah,” kata Iwan.  (bizlaw)

Komentar