Tantangan Dalam Pelaksanaan Konsolidasi Tanah

Jurnalpatrolinews – Kepri : Penciptaan ruang hidup yang nyaman dan layak bagi masyarakat merupakan salah satu tujuan pemerintah. Hal ini bertujuan agar tercipta suatu lingkungan masyarakat yang beradab. Akan tetapi hal ini terbentur oleh terbatasnya tanah. Di perkotaan permasalahan tersebut diperbesar dengan pergerakan urbanisasi penduduk kewilayah perkotaan. Terbatasnya tanah dan makin meningkatnya penduduk di wilayah perkotaan membuat seseorang akan kesulitan membeli tanah ataupun rumah dan pada akhirnya menyebabkan timbulnya kawasan kumuh.

Adanya kondisi tersebut seharusnya tidak menjadi masalah, karena pemerintah dapat memanfaatkan tanah-tanah yang tersedia diwilayah perkotaan secara efektif dan efisien melalui program konsolidasi tanah. Menurut Peraturan Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah, yang dimaksud dengan konsolidasi tanah adalah kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan dalam rangka meningkatkan lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.

Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra mengatakan bahwa Kementerian ATR/BPN memiliki direktorat khusus yang akan mengawal program konsolidasi tanah. Namun, kendati demikian prakteknya tak semudah mengucapkan konsolidasi tanah. “Kita perlu perencanaan yang baik serta strategi pelaksanaan konsolidasi tanah secara efektif,” ujar Wamen ATR/Waka BPN saat membuka Rapat Koordinasi Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Terintegrasi se-Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), melalui video conference, Selasa (15/12/2020).

Surya Tjandra mengemukakan bahwa hal itu merupakan tantangan pertama, apabila ingin melaksanakan suatu konsolidasi tanah. Ia menambahkan bahwa eksekusi konsolidasi tanah ini dilakukan oleh pemerintah langsung. “Namun, selama ini pelaksanaan konsolidasi tanah oleh pemerintah jarang ada yang berhasil dan sukses. Tetapi beberapa tahun belakangan, pemerintah, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebenarnya sudah memulai melalui program “Kotaku”,” ujar Wamen ATR/Waka BPN.

Pelaksanaan konsolidasi tanah nantinya akan menata kembali kepemilikan tanah maupun bangunan yang dimiliki oleh masyarakat, melalui penataan letak persil dan sumbangan tanah. “Oleh karena itu, butuh pemahaman tentang pembangunan ulang, karena kalau mau konsolidasi tanah, kita hancurkan dulu bangunan sebelumnya, lalu ditata persil tanahnya, kemudian dibangun ulang kembali. Permasalahannya adalah apabila sebagian wilayah sudah ada masyarakatnya. Jadi, kita juga harus memikirkan relokasi populasi orang yang tinggal disitu,” ujar Surya Tjandra.

Wamen ATR/Waka BPN juga mengatakan Indonesia dapat mencontoh negara lain, contohnya Singapura dalam pelaksanaan konsolidasi tanah. “Provinsi Kepri ini dekat sekali dengan Singapura dan mereka punya banyak bahan untuk kita belajar konsolidasi tanah. Salah satunya bagaimana pelaksanaan konsolidasi tanah yang menempatkan air laut jadi pilar utama dan untuk melakukan itu butuh waktu yang lama karena banyak yang memang akan dipelajari,” kata Wamen ATR/Waka BPN.

“Pelaksanaan konsolidasi tanah harus kooperatif dengan kebutuhan masyarakat sehingga bisa terlaksana _multi years_. Kita juga perlu mengkombinasikan setiap kebijakan legal dengan insentif pemerintah serta dukungan semua pihak,” lanjut Wamen ATR/Waka BPN.

 

 

Komentar