Diskusi Publik “OUTLOOK Industri Tembakau Indonesia 2024″, IISD Ungkap Situasi dari Hulu ke Hilir Industri Rokok

“Di luar konsumsi ke rokok elektronik yang konsumsinya meningkat signifikan, yang belum banyak dicermati adalah trend konsumsi Tingwe. Dalam 2-3 tahun terakhir konsumsi Tingwe melonjak tajam. Kenaikan cukai pada rokok pabrikan, dan pandemi mendorong perokok segmen menengah ke bawah mencari produk alternatif yang lebih terjangkau. Toko tembakau sekarang dengan mudah kita temukan di pinggir-pinggir jalan,” papar Ahmad.

“Jika dulu Tingwe lekat diasosiasikan sebagai rokok orang sepuh, sekarang anak-anak muda juga banyak yang mengkonsumsinya. Bahkan ada semacam romantisasi produk ini sebagai anti mainstream, warisan budaya, dan lain-lain,” pungkasnya.

Diskusi publik tersebut dihadiri praktisi media Maria Hartiningsih, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, dan mantan Wamendikbud Prof. dr. H. Fasli Jalal Ph.D., sebagai penanggap pemaparan “Outlook Pengendalian Tembakau 2024”.

Dr. Sudibyo Markus dan Dra Tien Sapartinah sebagai Adviser IISD juga menyampaikan pengantar dan kesimpulan diskusi.

Adviser IISD Dr. Sudibyo Markus, mengatakan, perilaku industri rokok, dari produksi sampai konsumsi, dipengaruhi sikapnya untuk menyembunyikan zat nikotin, sebagai zat berbahaya yang mengancam kesehatan dan kehidupan.

“Nikotin itu zat sangat yang berbahaya. Mereka (industri rokok) tidak saja tidak mengakui secara formal (adanya zat nikotin itu), tetapi mereka dengan segala cara membohongi publik akan keberadaan nikotin yang berbahaya itu,” ujar Sudibyo.

Rokok yang terdiri atas zat nikotin, tar, dan zat karsinogenik, dan merusak kesehatan dan ancaman kematian sudah merambah anak dan merenggut hak hidup, hak kelangsungan hidup, hak tumbuh dan berkembang serta perlindungan anak.

Dia menegaskan, pengendalian tembakau di Indonesia memerlukan intervensi yang holistik dan komprehensif dari hulu dan hilir, serta memerlukan waktu cukup panjang untuk mewujudkan apa yang diharapkan pegiat pengendalian tembakau.

Bersatu Selamatkan Anak Bangsa

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, menilai upaya pengendalian tembakau di Indonesia masih lemah.

“Tantangan dalam pengendalian tembakau di Indonesia ini sangat berat, termasuk paradigma masyarakat yang secara logis menganggap tembakau sebagai produk normal, padahal itu produk abnormal. Di Singapura, masyarakatnya menganggap rokok itu sebagai sebuah penyakit,” ujarnya.

Tulus juga mengungkapkan, “Musuh pengendalian tembakau banyak, termasuk pemerintah dan DPR sendiri.”

Komentar