Dua Kali Digugat Nyoman Dodi Irianto, Dua Kali Pula Desa Adat Buleleng Menangi Gugatan

Atas kenyataan ini Kelian Desa Adat Nyoman Sutrisna berharap agar krama Desa Adat Buleleng sadar akan hak dan kewajibannya sebagai krama desa adat serta turut serta mengajegkan desa adat sebagaimana yang telah diatur dalam awig-awig Desa Adat Buleleng.

Mantan Kadis Perikanan dan Kelautan Kabupaten Buleleng ini menambahkan sebelumnya pihak desa adat telah melakukan mediasi. Upaya mediasi yang telah dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan ini sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu: pada tanggal 30 Agustus 2018, tanggal 5 September 2018, dan tanggal 24 September 2020, namun tidak ada penyelesaian.

Gugatan pertama dilakukan oleh Nyoman Dodi Irianto melalui kuasa hukumnya pada tanggal 11 Agustus 2020. Gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima atau Niet Ontvankelijke Verklaard (NO), selanjutnya gugatan kedua dilaksnakaan pada 4 April tahun 2022 lalu.

“Dalam perjalanannya perkara sudah diputus pada tanggal 15 Desember 2022 dimana gugatan yang bersangkutan (penggugat Dodi Irianto, red) ditolak karena secara sah terbukti tanah itu milik Desa Adat Buleleng,” jelas Nyoman Sunarta, SH, penasehat hukum Desa Adat Buleleng.

Kemudian, ungkap Sunarta, penggugat Dodi Irianto melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar. Kemudian majelis hakim tingkat banding Pengadilan Tinggi Denpasar memperkuat putusan Pengadilan Negeri Singaraja.

“Ternyata Pak Dodi (penggugat, red) belum puas sehingga mengajukan upaya hukum kasasi ke MA di Jakarta. Dalam perjalanan kasasi, yang bersangkutan menyatakan kasasi tetapi tidak mengirimn memori kasasi ( hingga batas waktu 14 hari sesuai ketentuan). Dalam hukum acara bahwa ketika seseorang menyatakan upaya kasasi tetapi tidak menyetor memori kasasinya maka upaya hukum kasasi yang dilakukan yang bersangkutan tidak dapat diterima. Sehingga putusan Pengadilan Tinggi Denpasar yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri Singaraja itu menjadi putusan terakhir yang berkekuatan hukum,” tandas Sunarta.

Komentar