Korupsi Dana BKK: Tersangka Kelian Desa Adat Tista Supardi Buka Suara Terkait Dugaan Korupsi Dana BKK Desa Adat Tista 2015-2022

Setelah pembangunan itu selesai, dana BKK juga turun dari provinsi yang saat itu sebesar Rp 400-an juta, yang di dalamnya juga terdapat penyerapan dana sebesar Rp 120 juta untuk pembangunan tembok pura.

Lantaran dana yang sudah cair, pangliman dan bendahara pun berinisiatif untuk memberikan dana BKK untuk pembangunan tembok kepada pendonasi, untuk mengganti uang yang sudah dikeluarkannya, terlebih lagi rencana pembangunan yang sudah masuk ke dalam proposal.

Tetapi pendonatur yang menerima uang tersebut secara tunai, memberikan kembali kepada pangliman dan bendahara untuk digunakan sebagai kas desa. Mereka berdua lalu memberitahukan niat baik pendonatur itu kepada kelian desa adat, yang kemudian dilakukan paruman (rapat) bersama krama.

“Kata pendonasi, karena tiang (saya) maturan (donasi) dengan tulus saya anggap uang sudah diterima, sekarang saya berikan kembali untuk menjadi uang kas desa,” tutur tersangka Supardi menirukan perkataan pendonatur.

“Kemudian dilakukan paruman dihadiri krama desa dan pendonasi, sudah diberitahukan juga saat itu bahwa pendonasi membangun tembok pura serta memberikan kembali dana BKK, untuk dijadikan kas desa,” lanjutnya lagi.

Menurutnya, saat itu tidak terjadi permasalahan. Bahkan laporan pertanggungjawaban (LPJ) ke krama dan provinsi pun dapat diterima juga tanpa teguran. Sehingga ia merasa heran dengan adanya laporan terkait dana BKK tahun 2015 di tahun 2022 lalu.

“Ini lucunya, dana BKK tahun 2015 kenapa 2022 baru dipermasalahkan? Saya heran, karena LPJ sudah diterima dan disampaikan tiap tahun melalui paruman, sudah diterima provinsi tidak dapat teguran. Padahal sebelumnya damai-damai saja,” ujarnya keheranan.

Bagaimana dengan dana lainnya di BKK dari tahun 2016-2022 yang diduga diselewengkan seperti penjelasan Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng? Supardi yang juga mantan Kabag SDM Polres Buleleng itu menjawab, bahwa dari tahun 2016 sampai 2019 pertanggungjawaban dilakukan oleh desa dinas yang diketahui oleh bendahara dan pangliman, lantaran pada tahun-tahun itu Supardi masih aktif berdinas di Polri.

Tersangka Supardi pun tak menampik ada laporan fiktif senilai Rp 30 juta yang dibuat oleh bendaharanya, yang menurut bendahara lantaran keterbatasan dan mepetnya waktu pengerjaan bangunan dengan pengiriman LPJ ke provinsi. Ditambah lagi Supardi yang dalam posisi sakit serius, sehingga bendaharanya berinisiatif untuk membuat laporan itu.

Namun, laporan fiktif pembangunan tembok pura itu baru diketahui Kelian Desa Adat Tista saat dipanggil ke Kejari Buleleng. Karena merasa tidak tahu dan bingung, sembari diperiksa penyidik, Supardi menelpon bendaharanya untuk menanyakan terkait laporan fiktif itu, dan dibenarkan oleh bendaharanya.

Komentar