Ia mencarinya hingga ke berbagai negara. Bahkan Benny kemudian mendirikan museum burung hantu (owl) pertama di Indonesia, dengan nama Museum Manguni. Dan, mendapat penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI).
Ide pendirian museum ini muncul ketika Benny melakukan perjalanan ke beberapa negara seperti Jepang, Korea, Thailand, China, Malaysia, Italia, dan negara-negara lainnya.
Awalnya, Benny menemukan museum burung hantu di Penang (Malaysia), Jepang, Korea, Thailand.
Museum berisi koleksi aneka ragam bentuk manguni yang terbuat dari kayu, logam, plastik, kaca, keramik, kain, mata uang kertas dan logam, materai dan sebagainya.
“Saya berpikir, mengapa di Sulawesi Utara, Kabupaten dan kota lambangnya manguni, gereja terbesar GMIM lambangnya manguni, dan berbagai ormas juga lambangnya manguni, tetapi tidak memiliki museum seperti di beberapa negara tersebut,” kata dia.
Padahal di masyarakat Minahasa, manguni dianggap lambang kearifan lokal. Sebelum ada teknologi, leluhur Minahasa menggunakan bunyi, manguni sebagai petunjuk.
Manguni diberikan tempat yang khusus karena dianggap membantu masyarakat dengan memberi petunjuk atau tanda akan terjadinya sesuatu peristiwa.
Sejak saat itu, muncul ide Benny untuk membangun Museum Manguni. Ia mulai berburu buku tentang burung hantu di berbagai negara, termasuk mendapatkan koin mata uang Yunani kuno yang bergambar manguni.
“Akhirnya istri dan anak-anak saya serta teman-teman ikut membantu berburu koleksi berbagai benda yang berkait dengan burung hantu dari berbagai negara. Sampai saat ini terkumpul sekitar 1.426 koleksi manguni,” tuturnya.
Untuk mengedukasi generasi muda, Benny dibantu tim, mengumpulkan data dan informasi tentang persebaran burung hantu di dunia, spesiesnya, pelestariannya, dan sebagainya. Bahkan di dunia, ada sekitar 130 kota menggunakan lambang manguni.
Banyak pengunjung tertarik dengan lambang-lambang kota di dunia ini. “Bila dibandingkan dengan lambang kabupaten dan kota di Sulawesi Utara maka sesungguhnya kita sejajar dengan 130 kota di dunia tersebut. Ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi Masyarakat Sulawesi Utara,” tutur Benny yang bercerita pada kami.
Di kompleks Pusat Kebudayaan Sulawesi Utara “Pa’dior” di Jl. Pinabetengan, Tompaso, Minahasa, Sulawesi Utara, ada beberapa hal baru dan pertama kali ada di Indonesia. Nama “Pa’dior” (bahasa daerah Tontemboan) artinya terdepan atau terutama, atau bisa dimaknai sebagai pelopor.
Komentar