GAK Meletus, Pernah Ada Kiamat Kecil Di Ujung Jawa, Simak Jejak Leluhurnya Pada 1883 Silam

Intinya ada yang berbeda terhadap gunung yang sudah ada sejak ribuan tahun tersebut. Anomali ini berlangsung selama berbulan-bulan. “Namun, kode alam ini diabaikan oleh penduduk sekitar. Akibatnya, mereka tidak menyadari bahwa bencana akan datang,” tulis Budi Gustaman dalam “Binatang-Binatang di Sekitar Letusan Krakatau” (Jurnal Sejarah, 2019).

Minggu malam, 26 Agustus 1883, penduduk Anyer tidak bisa tidur. Bisingnya suara guntur dan halilintar dari Rakata atau Krakatau mengusik mereka dari ketenangan malam.

Pada saat bersamaan, hubungan telegram Anyer-Batavia tiba-tiba putus, sehingga mereka tidak bisa melaporkan keanehan ini.

Namun, pukul 10.30 seluruh suara itu seketika mereda. Mereka akhirnya dapat tidur pulas hingga esok hari. 

Senin, 27 Agustus 1883 pukul 6.00, mereka akhirnya bangun dari tidur singkatnya itu. Setelahnya, masyarakat melakukan aktivitas seperti biasa. Ada yang mencuci baju, mandi, pergi kerja, atau bersenda gurau.

Tidak sedikit pula yang membicarakan suara misterius kemarin malam.
Tiga puluh menit kemudian, ketika sedang asyik beraktivitas, mereka dikejutkan oleh ledakan besar diikuti banjir dari lautan.

Gelombang tinggi mendadak menerjang kehidupan pesisir tanpa mereka ketahui. Dalam sekejap, Anyer rata dengan tanah.

Hanya sedikit penghuni yang lari tunggang-langgang. Semuanya serba mendadak.
Pada waktu yang sama, di Batavia yang berjarak 160 km dari Krakatau, mereka juga dikejutkan oleh suara ledakan dahsyat.

Suara itu membuat jantung warga hampir copot. Mereka langsung berlutut ke tanah dan menekan telinga agar gendangnya tidak pecah. Pintu dan jendela bangunan terhempas.

Komentar