Merasa Menjadi Korban Pengadaan Tanah PT. PHM Warga Desa Sepatin Kabupaten Kukar Minta Bantuan Hukum LBH Ampera

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Sekelompok Warga Desa Sepatin Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur, yang diwakilkan oleh Hamsyah, Ny. Ima, dan John Kansil dari ketua LSM Tipikor Kaltim menemui Ketua LBH Ampera Jakarta untuk mengadukan kasus yang menimpa warga Desa Sepatin di duga tanahnya dirampas akibat proyek pengeboran migas oleh PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) selaku operator di Wilayah Kerja (WK) Mahakam.

“Saat ini kami mewakili kelompok warga yang lokasi tanah menjadi korban proyek pengeboran migas, meminta pendampingan kepada LBH Ampera agar memberikan pendampingan hukum menghadapi PT. Pertamina Hulu Mahakam,” ujar Hamsyah yang didamping ketua LSM Tipikor Kaltim, di Kantor LBH Ampera, Jakarta Timur, Senin (09/10/23).

Selanjutnya, Ferdinand Montororing, advokat senior yang juga akademisi pada Universitas Mpu Tantular Jakarta didampingi oleh pengurus LBH Ampera Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto Kepala BAIS TNI 2011−2013, serta Jaungkap E. Simatupang juga mantan Kepala BPN di NTT saat kini berprofesi advokat, menerima Hamsyah dan rombongan untuk memberikan pendampingan hukum menghadapi PT. Pertamina Hulu Mahakam.

 “Pengadaan tanah yang dilakukan oleh Pertamina Hulu Mahakam terdapat keganjilan karena untuk pengadaan tanah diatas 5 hektar sesuai peraturan yang berlaku harus dengan penetapan Gubernur, ini luas tanah yang akan dibebaskan mencapai 275 hektar kok, dilakukan dengan cara door to door, ada apa dengan PT. PHM, ujar Ferdinand, Usai pertemuan beberapa waktu yang lalu kepada JurnalPatroliNews.

Sementara itu Soleman Ponto purnawirawan bintang dua TNI yang juga pernah menjabat Kepala Badan Intelejen Strategis TNI menyoroti kinerja PT. PHM sebagai BUMN dalam menjalankan usaha dalam pembebasan pengadaan tanah di lokasi proyek yang berdampak langsung ke masyarakat setempat dengan cara tidak transparan dan akuntable, sehingga menimbulkan rasa ketidak adilan.  

“Cara  door to door itu layaknya operasi intelejen ini bisa langsung berdampak pelanggaran HAM,” ujar Soleman Ponto.

Ferdinand lebih lanjut mengungkapkan bahwa hasil penelitiannya dilapangan setelah mengunjungi lokasi dan bertemu dengan Kepala BPN Kaupaten Kutai Kartanegara serta Kakanwil BPN Provinsi Kaltim, menemukan beberapa lokasi tanah warga saat ini yang sudah memiliki SHM dan dikeluarkan oleh pihak BPN setempat.

Diketahui masyarakat yang mendiami di pulau-pulau kecil itu sudah ada sejak tahun 1980-an, mereka sebahagian besar suku bugis yang sudah turun-temurun bermukim di Kutai Kartanegara.

“Kami dapatkan bukti di lapangan, hal tanah warga yang tersebar di pulau-pulau kecil di sungai mahakam itu sudah bersertifikat hasil redistribusi tanah untuk rakyat pada tahun 1992/1995 untuk kepentingan pertanian dan tambak ikan, keberadaan masyarakat yang berdiam di pulau-pulau kecil itu sudah ada sejak tahun 1980-an, mereka sebagian besar suku bugis yang sudah turun-temurun bermukim di Kutai Kartanegara,” papar Ferdinand.

Selanjutnya, pihak LBH Ampera akan meminta kepada instansi terkait untuk menyelesaikan persoalan masyarakat, Desa Sepatin berdasarkan prinsip-prinsip hukum yang berkeadilan, jangan terjadi berkelanjutan Kembali seperti serial kasus masyarakat Pulau Rempang di Kepri, pungkas Ferdinand menutup wawancara.

Komentar