Polemik Rencana Kenaikkan PPN, Ketua Banggar DPR : Kritik Soal RUU KUP Aneh dan Multitafsir

JurnalPatroliNews, Jakarta – Ketua Badan Anggaran atau Banggar DPR Said Abdullah meminta publik untuk tidak menafsirkan secara sepotong-sepotong draf revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau KUP agar tidak semakin berkembang menjadi pembahasan yang justru membuat gaduh.

“Saya meminta publik tidak menafsirkan sepotong-sepotong isi draf tersebut. Karena persepsi yang berkembang multitafsir, padahal DPR-nya belum membahas itu,” ujar Said dalam pernyataan di Jakarta, Senin, 21 Juni 2021.

Polemik seputar rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN dalam Revisi UU KUP hingga kini belum juga surut. Namun demikian, Said memastikan rencana pemerintah itu tidak akan memberatkan masyarakat.

Justru revisi KUP merupakan strategi besar menuju reformasi perpajakan berkeadilan yang akan menguntungkan bangsa ke depannya.

Oleh karena itu, Said minta agar wacana tersebut jangan dibenturkan seolah-olah mau memukul masyarakat bawah sehingga daya belinya menurun.

“Tidak seperti itu. Yakinlah, ini menguntungkan kita semua sebagai anak bangsa,” kata Said.

Menurut Said, perdebatan soal rencana revisi KUP tersebut agak aneh dan bahkan pembahasan yang berkembang sekarang dinilai sudah relatif liar. Padahal dalam reformasi pajak terdapat berbagai macam tarif PPN seperti PPN umum, PPN multitarif dan PPN final.

“Ironisnya, yang berkembang sekarang ini PPN ‘multitafsir’, yaitu tafsir seenaknya di luar batas kepatutan. Harus diakui, pemerintah sekarang ini serba salah, begini salah, begitu salah. Ini kan tidak fair juga,” ujar Said.

Said mengaku banyak yang mengkritisi wacana kenaikan PPN tersebut. Beleid tersebut dipersoalkan lantaran dirancang di tengah pandemi Covid-19 melanda Indonesia.

Akan tetapi, lanjut Said, hal itu bukan soal pandemi atau bukan, melainkan justru di saat pandemi pemerintah menata sistem perpajakan nasional melalui reformasi perpajakan. Sehingga saat pandemi Covid-19 berhasil dilewati, Indonesia mempunyai sistem perpajakan yang ajeg.

“Karena kita ingin punya modalitas kekuatan fiskal yang berkelanjutan. Kalau tidak ditata mulai sekarang dengan alasan pandemi kapan lagi waktu kita,” kata Said.

Untuk itu, Said memastikan proses pembahasan RUU KUP akan dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan agar memiliki resonansi yang sama.

“Revisi ini bukan semata-mata untuk menutup lobang fiskal ataupun menambah pendapatan negara, tetapi bagaimana fiskal kita berkelanjutan,” ujarnya.

(*/lk)

Komentar