KPK Akui Kesulitan Periksa Tersangka Korupsi E-KTP Paulus Tannos

JurnalPatroLiNews – Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui kesulitan memeriksa Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Hal ini lantaran Paulus Tannos berada di Singapura.

“Paulus Tannos ini domisilinya sekarang sudah di Singapura, dan KPK beberapa kali sudah kembali mengirimkan surat panggilan kepada yang bersangkutan. Saya tidak tahu apakah sudah ada balasan, nanti akan kami periksa,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Kamis (30/9/2021).

Alex, sapaan Alexander Marwata menyatakan jika Paulus Tannos tidak bisa diperiksa di gedung KPK, Jakarta, lembaga antikorupsi akan meminta bantuan lembaga antikorupsi Singapura atau Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). KPK berharap CPIB memfasilitasi untuk memeriksa Paulus Tannos.

“Misalnya, kalau tak bisa diperiksa di KPK karena yang bersangkutan masih di Singapura tentu kami akan minta bantuan CPIB supaya difasilitasi untuk dilakukan pemeriksaaan, dan ini sudah beberapa kali KPK berkoordinasi dengan CPIB untuk melakukan saksi maupun yang menjadi tersangka kami periksa di kantor CPIB. Itu yang kami lakukan terkait dengan perkembangan perkara e-KTP,” ujarnya.

Menurut Alex, pandemi Covid-19 yang masih melanda juga menjadi kendala untuk memeriksa Paulus Tannos di Singapura. Namun, KPK memastikan akan berupaya memeriksa Paulus Tannos yang telah menyandang status tersangka sejak pertengahan Agustus 2019 silam atau lebih dari dua tahun tersebut.

“Ini memang kesulitannya karena pandemi, penyidik KPK juga belum bisa masuk ke Singapura. Mudah-mudahan kalau sudah ada tanggapan dari Paulus Tannos itu dibalas dia mau diperiksa di mana gitu kan itu nanti segera kami tindak lanjuti. Kalau dia maunya diperiksa di CPIB ya tentu kami ke sana,” ucapnya.

Alex mengatakan KPK tidak dapat menjemput paksa Paulus Tannos untuk ditahan. Hal ini karena Indonesia tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan otoritas Singapura. “Apa tidak bisa dilakukan upaya paksa penahanan? Tentu kita tidak punya perjanjian ekstradisi kan dengan Pemerintah Singapura, itu yang terjadi,” katanya.

Diketahui, KPK menetapkan Paulus Tannos sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019. Tiga tersangka lain itu yang dijerat KPK, yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR periode 2014-2019 Miriam S Hariyani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

Penetapan keempat orang ini sebagai tersangka merupakan pengembangan dari fakta-fakta yang muncul dalam persidangan terkait korupsi e-KTP sebelumnya.

(bs)

Komentar