Angka Kelahiran Anjlok! Singapura Diguncang Resesi Seks, Ini Sebabnya… .!

JurnalPatroliNews – Singapura, – Fenomena resesi seks semakin parah. Setelah bertahun-tahun mengalami penurunan, angka kelahiran di Singapura mencapai rekor terendah pada tahun 2022.

Menurut para analis, angka kelahiran hidup anjlok sebesar 7,9% pada tahun lalu. Penurunan ini terjadi akibat tingginya biaya hidup di negara tetangga RI tersebut, menyebabkan banyak orang ogah menambah anggota keluarga.

Penurunan ini juga dipicu tren kesuburan pada perempuan di negara itu. Data Departemen Statistik Singapura menunjukkan wanita berusia antara 25 dan 29 tahun kini memiliki kemungkinan lebih kecil untuk melahirkan dibandingkan wanita berusia antara 35 hingga 39 tahun.

“Memiliki anak terikat pada banyak hal – keterjangkauan rumah, pasangan, dan kematangan pasar kerja yang membuat Anda merasa cukup aman untuk melakukannya,” kata Jaya Dass, direktur pelaksana Ranstad Asia-Pasifik, seperti dilansir rekan media.

“Daya tarik ingin memiliki anak sebenarnya berkurang secara signifikan karena kehidupan telah semakin matang dan berubah,” kata Dass.

Solusinya Bukan Uang
Menanggapi fenomena ini, Pemerintah Singapura pun mengeluarkan kebijakan untuk memberikan insentif dan bonus untuk mendorong masyarakat memiliki anak.

Pasangan yang memiliki bayi yang lahir pada tanggal 14 Februari akan menerima masing-masing SG$11.000 (Rp123 juta) untuk anak pertama dan kedua, dan SG$13.000 (Rp146 juta) untuk anak ketiga dan seterusnya. Bonus ini meningkat sebesar 30% hingga 37% dari sebelumnya.

Selain itu, cuti ayah yang dibayar pemerintah ditingkatkan dua kali lipat, meningkat dari dua menjadi empat minggu bagi ayah dari bayi yang lahir pada tahun 2024.

Namun Wen Wei Tan, analis di Economist Intelligence Unit (EIU), mengatakan kebijakan bonus untuk mengatasi masalah tersebut tidak akan menyelesaikan masalah.

“Mengatasi tingkat kesuburan mengharuskan kita untuk menghadapi beberapa kelemahan sistem yang mendasarinya… Yang berarti tidak hanya mengatasi tantangan demografis, namun juga membantu membangun kohesi sosial, dan mungkin melihat bagaimana kita dapat menumbuhkan sikap yang lebih sehat terhadap pengambilan risiko,” kata Tan.

Komentar