Wamenlu: Pembukaan Konsulat AS di Yerusalem Jadi Kontradiksi Pengakuan Washington atas Ibukota Israel

JurnalPatroliNews – Amerika Serikat (AS) harus mendapatkan persetujuan dari Israel sebelum membuka kembali konsulat di Yerusalem yang ditujukan untuk warga Palestina.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Manajemen dan Sumber Daya, Brian McKeon ketika ditanya oleh Komite Hubungan Luar Negeri Senat pada Rabu (27/10) terkait protokol membuka konsulat di negara lain.

Ketika itu, Senator dari Partai Republik Bill Hagerty bertanya apakah Washington dapat membuka kembali konsulat AS untuk Palestina di Yerusalem tanpa persetujuan Israel.

“Pemahaman saya, kita perlu mendapatkan persetujuan tuan rumah untuk membuka fasilitas diplomatik apa pun,” jawab McKeon, seperti dikutip Sputnik.

Hagerty menyebut, pembukaan konsulat jenderal AS akan menjadi pelanggaran terhadap UU Kedutaan Yerusalem tahun 1995.

“Usulan Presiden Biden untuk membuka misi kedua AS di Yerusalem akan mulai membalikkan pengakuan Yerusalem, dan itu akan membagi ibukota abadi dan tak terbagi Israel,” kata Hagerty.

Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Yerusalem yang didirikan pada 1844, jauh sebelum Israel maupun Otoritas Nasional Palestina dibentuk.

Namun, setelah pembentukan Israel pada tahun 1948 dan pembukaan kedutaan besar AS yang terpisah di Tel Aviv, konsulat menyediakan layanan bagi warga Palestina.

Pada 2018, pemerintahan mantan Presiden Donald Trump mengumumkan memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Selain itu, konsulat juga digabung dengan kedutaan.

Komentar