Isu Redenominasi Mencuat, BI Mau Ubah Rp1.000 Jadi Rp1, Ini Analisa Dampaknya ke RI

JurnalPatroliNews – Jakarta – Beberapa waktu belakangan ini, wacana Bank Indonesia (BI) untuk melakukan redenominasi atau pemangkasan tiga digit nol di mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya muncul lagi.

Namun, rencana BI untuk melakukan pemangkasan tiga digit nol tersebut dinilai memiliki risiko meningkatnya inflasi. Kasus yang terjadi di banyak negara bisa menjadi contoh bagi BI.

Ekonom senior Indonesia, Raden Pardede, mengatakan bahwa risiko naiknya inflasi disebabkan hilangnya digit detail dalam satuan harga barang. Salah satu contohnya adalah pembulatan harga untuk barang-barang yang harganya tidak bulat, seperti Rp9.375.

“Risiko yang mungkin harus diantisipasi adalah pembulatan-pembulatan daripada angka, katakan Rp9.300 misal dipotong jadi Rp9,3, tapi kalau Rp9.375 jadi Rp9,4 atau Rp9,3 nantinya?” ungkap Raden dalam program Central Banking, dikutip Sabtu (8/7/2023).

“Persoalannya kalau pembulatan ke atas cenderung menaikkan inflasi, sedangkan kalau pembulatan ke bawah bisa saja dianggap merugikan produser atau penjual itu. Hal-hal ini yang harus diantisipasi,” tuturnya.

Raden mengakui, sudah banyak pedagang yang melakukan redenominasi untuk harga produknya, seperti penggunaan huruf ‘K’ atau menghapus sama sekali tiga angka nol di daftar menunya, seperti di restoran, cafe, hingga UMKM. Namun, di toko ritel atau mal masih banyak harga yang rinci tiga digit.

“Sekarang banyak menu yang memotong tiga nol nya, tapi bagaimana kalau pedagang-pedagang yang take harga Rp9.350 atau Rp9.375? Mudah-mudahan hal ini sudah dipikirkan BI apakah pembulatan ke atas atau pembulatan ke bawah,” tegas Raden.

Komentar