Dinilai Salah Kaprah, Terdakwa Kasus Korupsi Jiwasraya Anggap Perkaranya Tidak Sah

JurnalPatroliNews-Jakarta – Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Agenda persidangan yakni, replik atau tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi atau nota keberatan terdakwa kasus korupsi Jiwasraya.

Dalam repliknya, Jaksa menolak nota keberatan atau eksepsi para terdakwa kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Jaksa juga meminta agar hakim menolak nota keberatan para terdakwa tersebut.

Terdakwa Joko Hartono Tirto melalui salah satu penasihat hukumnya, Kresna Hutauruk mengatakan, bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) sebenarnya tidak berwewenang melakukan penyidikan dan penuntutan di pengadilan tindak pidana korupsi karena perkara a quo bukan merupakan tindak pidana korupsi.

Menurutnya, penanganan perkara Asuransi Jiwasraya ini syarat penyimpangan. Bahkan, pelanggaran hukum yang dialami terdakwa terjadi sejak penyelidikan perkara ini.

Salah satu bentuk penyimpangan, kata Kresna, penyidikan perkara ini didasarkan pada Hasil Penyelidikan dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan pada PT. Asuransi Jiwasraya.

Padahal, sambungnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Kejaksaan Agung tidak diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan. Fakta tersebut menunjukkan telah terjadi salah kaprah sejak awal penanganan perkara tersebut.

“Bila dikaitkan dengan prinsip fruit of poisonous tree tindakan kejaksaan tidak sah karena sejak semula diawali oleh perbuatan yang melawan hukum,” kata Kresna di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (17/6/2020).

Ketimpangan lainnya, ujar Kresna Hutauruk , surat dakwaan Penuntut Umum tidak cermat menguraikan adanya perbuatan terdakwa memperkaya atau menguntungkan diri sendiri. Dengan demikian, ditekankan dia, JPU mengakui tidak adanya keuntungan dan perbuatan memperkaya diri sendiri pada diri terdakwa.

“Karena tidak ada uraian perbuatan Terdakwa memperkaya diri sendiri atau memperoleh keuntungan maka kepada Terdakwa tidak dapat diterapkan ketentuan Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya.

Karena itu, Kresna meminta agar surat dakwaan harus dibatalkan. Apalagi, katanya, surat dakwaan itu tidak menguraikan perbuatan terdakwa yang berkaitan dengan unsur pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Demikian juga, surat dakwaan tidak jelas menguraikan peran terdakwa dalam mengatur dan mengendalikan 13 (tiga belas) manajer investasi (MI)”, ucapnya. (/lk/)

Komentar