Mengapa Kita Semakin Terbiasa Dengan Lembur Tanpa Dibayar?

Sebaliknya, ini adalah pemahaman yang diam-diam disepakati antara majikan dan karyawan: lupakan jam kerja, Anda baru bisa keluar dari jam kerja setelah benar-benar menyelesaikan tugas pada hari itu.

Tapi bagaimana situasinya bisa seperti ini dan apa yang terjadi selanjutnya?

Akar masalah

Pandemi Covid-19 mungkin telah memperburuk masalah, tapi lembur yang tidak dibayar telah menjadi bagian dari banyak pekerjaan selama beberapa dekade.

Di era industri, karyawan memiliki jam tetap mingguan. Jika mereka bekerja di luar jam kerja, berarti mereka akan mendapat upah tambahan.

Namun pada pertengahan abad ke-20, budaya kantor berkembang pesat dan muncul pula rentang gaji pekerja kelas menengah. Jumlah pekerjaan yang diukur dengan target yang dikurangi.

Di tempat kerja modern, tanggung jawab tidak lagi dapat digambarkan dengan rapi seperti yang terjadi di pabrik. Ambiguitas tentang kapan pekerjaan ‘selesai’ memunculkan lembur yang tidak dibayar.

Fakta bahwa perusahaan mendasarkan jam kantor mereka pada delapan jam kerja dapat dibaca bahwa pekerja kerah putih menghabiskan waktu terlalu lama di meja mereka.

“Jenis pekerjaan yang banyak kita lakukan saat ini, pekerjaan intensif di depan komputer, secara kognitif tidak dapat dilakukan lebih dari lima jam sehari,” kata Abigail Marks, profesor masa depan pekerjaan di Newcastle University Business School, Inggris.

Namun terlepas dari ini, hari kerja secara bertahap menjadi lebih lama.

Grace Lordan, profesor ilmu perilaku di London School of Economics, menyoroti tahun 1980-an sebagai titik balik tren ini.

Di Inggris dan AS, Thatcherism dan Wall Street mempopulerkan gagasan jam kerja yang semakin panjang. Jika Anda menginginkan promosi besar itu, Anda harus mengabdikan diri di tempat kerja.

Bekerja lembur menjadi simbol status.

“Pada dasarnya ini terjadi karena anggapan campur aduk bahwa jam kerja yang lebih lama terkait dengan produktivitas,” kata Lordan.

“Pada 1950-an, pekerja kantoran bisa makan malam dengan keluarga mereka. Pada 1990-an, mereka dikatakan beruntung jika bisa melakukannya pada akhir pekan.”

Ketika ekonomi mengglobal, jam kerja hanya berjalan satu arah. Tapi kemudian teknologi menjadi akselerator.

Pada tahun 2010-an, setiap orang terkungkung secara digital dan terhubung dengan pekerjaan pada pagi, siang dan malam.

Selalu ada email masuk. Panggilan dan pesan terkait pekerjaan menyerbu alat komunikasi yang sama yang digunakan orang untuk bersosialisasi.

“Ponsel pintar adalah lonceng kematian untuk jam kerja,” kata Marks.

“Segera setelah Anda memasukkan email kantor ke ponsel Anda, orang-orang akan memanfaatkannya. Kemudian, Anda membiasakan diri untuk selalu menyediakan diri bagi kantor.”

Komentar