Bedah Buku “Imajinasi Islam: 70 Tahun Komaruddin Hidayat”

Reza menjelaskan Teori tipologi agama melihat dengan kritis, ada agama kehidupan dan agama kematian. “Agama kematian cenderung dipaksakan untuk dipercaya serta mendorong perilaku kekanak-kanakan yang cenderung egois, sensitif, dan manja. Elemen perusak dengan mengorbankan manusia, bersifat tidak koheren, penuh takhayul, cenderung memaksa, berobsesi dengan kematian, intoleransi, kekerasan dan terorisme.”  

Lebih lanjut ia menyatakan bahwa agama kehidupan adalah agama yang berpijak pada pengetahuan tentang kehidupan dengan dewasa, kebebasan, dan riang-gembira.

“Ajarannya cenderung koheren, berpijak pada pengetahuan, dapat memilih dengan dewasa, memelihara kehidupan, keberagaman budaya, mendorong kebaikan dan keadilan bersama, sederhana, dan rendah hati.” Imbuhnya.

Dr. Rossalina Wulandari Co-Founder GlobaNastra memaparkan cara mengatasi krisis identitas, ditemukan dengan siapa dan bagaimana cara mengatasinya.

“Ada fenomena meningkatnya konservatisme agama, ada yang mengarah pada gairah beragama dan ada pula yang mengarah pada meningkatnya intoleransi. Jawaban atas pencarian makna yang didapatkan adalah memenuhi kebutuhan, validasi oleh orang lain, dan panduan yang jelas ketika menghadapi ketidakpastian.” Terangnya.

Dalam sikap intoleransi beragama Rossalina mengatakan adanya kecenderungan untuk menolak dan menganggap inferior, keyakinan dan ideologis apapun yang berbeda dari keyakinannya.

“Intoleransi beragama pada dasarnya adalah sikap dan perilaku yang ditampilkan dalam upaya melindungi pandangan hidup individu atau kolektif dengan cara yang diskriminatif dan mendiskreditkan orang lain. Tiga faktor yang memprediksi sehingga menjadi bayangan intoleransi dalam beragama yaitu ketidakpastian, kerugian signifikansi, dan tekanan psikologis atau stress.” Pungkasnya.  

Komentar