Jadi Saksi, Hakim Tanya ke Sofyan Djalil: Soal ‘Atensi’ ke Eks Kepala BPN Jakarta

Menurutnya, surat tersebut diteruskan kepada Jaya, yang saat itu masih menjabat Kepala BPN DKI Jakarta. Dia ingin pemimpin di bawahnya memberikan atensi.

“Untuk memberi atensi, jadi surat saya forward kepada Pak Jaya. ‘Ada orang minta atensi, tolong dicek bagaimana duduk permasalahannya. Terima kasih’. Jawab kanwil ‘siap, Pak Menteri, segera kami cek bagaimana posisinya dan tindak lanjuti’,” kata Sofyan menirukan percakapan melalui WhatsApp (WA).

Dia mengatakan percakapan terkait permasalahan pembatalan sertifikat milik PT Salve Veritate berakhir di sana. Ia baru mengetahui ada permasalahan setelah beberapa bulan PT Salve Veritate mengirimkan komplain.

“Tidak ada sama sekali (percakapan tindak lanjut laporan setelahnya). Saya baru tahu ada masalah itu setelah kemudian lawyer-nya atau pihak yang dibatalkan itu komplain,” katanya.

Dia mengatakan Itjen Kementerian ATR ikut mendalami hal tersebut dan ditemukan masalah.”Kemudian, Irjen melakukan penelitian, baru tahu ada masalah itu. Mungkin sekitar 6 bulan atau lebih dari itu, baru tahu, kemudian baru kita minta Irjen melakukan penelitian,” ucapnya

Hakim Tanya soal Atensi

Di kesempatan yang sama, hakim persidangan bertanya kepada Sofyan terkait maksud ‘atensi’ di percakapan. Hakim mengkonfirmasi apakah ada makna khusus di balik ucapan ‘atensi’ yang diucapkan Sofyan.

“Satu lagi yang kami mau tanya, khususnya saya apakah Saudara terbiasa memakai kata atensi?” tanya hakim.

“Iya, atensi itu artinya ada orang minta atensi saya, perhatian saya, harusnya normal saja karena ada orang komplain kepada menteri. Tidak, Yang Mulia (perhatian lebih). Saya menggunakan bahasa-bahasa itu artinya perhatian, tolong lihat bagaimana duduk perkaranya, jadi tidak ada maksud apa-apa. Jadi kalaupun dilaporkan, tidak ada masalah,” tutur Sofyan.

Hakim kemudian menegaskan apakah kata ‘atensi’ dimaksud untuk menyetujui atau membatalkan suatu permohonan. Sofyan membantah pertanyaan tersebut.

“Tidak sama sekali,” tandasnya.

Latar Belakang Kasus

Kasus bermula saat seorang warga, Abdul Halim, mengaku punya akta jual beli (AJB) atas lima girik dan mengaku berhak atas tanah di Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur. Di atas tanah itu, melekat SHGB atas nama PT Salve Veritate. Abdul Halim membawa kasus ini ke PTUN Jakarta. Gugatan Abdul Halim kandas.

Pada 30 September 2019, Jaya mengeluarkan surat pembatalan 20 sertifikat hak milik atas nama Benny Simon Tabalujan berserta turunannya yang telah menjadi 38 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) atas nama PT Salve Veritate. Pembatalan ini dikeluarkan melalui Surat Keputusan Nomor 13/Pbt/BPN.31/IX/2019.

Bidang tanah yang dibatalkan itu sangat luas, yaitu 77.852 meter persegi, yang berlokasi di Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur. Nilai tanah mencapai triliunan rupiah.

Kasus Pidana

Atas keluarnya 13/Pbt/BPN.31/IX/2019, Jaya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pada akhir 2020, PN Jaktim menetapkan Jaya sebagai tersangka korupsi dengan dugaan kerugian senilai Rp 1,4 triliun.

Komentar