LaNyalla: Kekacauan Tata Negara Indonesia Bermula Saat Amandemen Konstitusi Tahun 1999-2002

LaNyalla berharap para mahasiswa mendapat pemahaman yang utuh, karena masa depan bangsa dan negara ini ada di pundak mereka. “Indonesia sebagai bangsa yang besar, harus kembali ke jati dirinya. Kembali kepada spirit para pendiri bangsa ini. Agar Indonesia kembali berdaulat, adil dan makmur,” kata LaNyalla. 

Sementara Rektor Universitas Wijaya Putra, Dr. Budi Endarto SH MHum, mengapresiasi penyelenggaraan acara diskusi. Ia mengatakan, banyak mahasiswa S1 saat ini yang lahir di atas tahun 2000 sehingga sama sekali belum paham tentang konsep bernegara sebelum dilakukannya Amandemen UUD 1945. 

“Membedah perumusan kenegaraan DPD RI dalam memperkuat sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa adalah topik yang sangat penting. Saya mengapresiasi atas kesempatan yang diberikan kepada kami. Terima kasih kepada Pak LaNyalla sebagai Ketua DPD RI telah menyempatkan diri untuk hadir,” kata Budi Endarto. 

Narasumber FGD, pengamat ekonomi politik, Dr Ichsanuddin Noorsy, mengatakan UUD 1945 hasil amandemen juga mendikte rakyat. Contohnya terkait Presidential Threshold 20 persen. Rakyat didikte dengan calon Presiden dari pilihan partai dan pemilihan langsung. 

“Dimana artinya demokrasi? Padahal filosofi demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Pemilihan langsung ini sama saja memecah belah. Kita terpecah belah di bawah karena emosional dan psikologis dari calon presiden dan wakilnya. Sudah benar sekali apa yang dikatakan ketua DPD, sebelum bangsa ini terbelah, mari kembali pemilihan presiden ke MPR,”tukasnya.

Narasumber lainnya, Dosen Fisip UI, Dr Mulyadi, menjelaskan tentang berdirinya Indonesia yang sebenarnya tidak pernah dijajah. Yang dijajah adalah bangsa-bangsa lama seperti bangsa Batak, Aceh, Jawa, Bugis dan lainnya. Mereka inilah yang kemudian membentuk Indonesia.

“Gabungan negara dan bangsa lama yang dijajah inilah, kemudian membentuk negara ini. Makanya sudah sewajarnya penguasa negara atau bangsa lama ini diberi penghormatan. Seperti para raja dan sultan nusantara, mereka itu harus diberi tempat dan kedudukan terbaik dalam bangsa ini. Salah satunya mereka menjadi utusan daerah di MPR. Diambilnya dari bawah dari utusannya, bukan ditunjuk seperti jaman Soeharto,” ujarnya. 

Mulyadi juga meminta kepada para dosen untuk terus belajar dan membaca dengan baik semua perkembangan demokrasi dan memegang teguh disiplin ilmu, agar para mahasiswa Indonesia calon penerus bangsa bisa menjadi pemimpin pemimpin yang hebat dan berkualitas. 

“Sehingga kita jangan menjadi negara yang jadi incaran untuk dikuasai bangsa asing dengan cara dikontrol bahkan dibeli. Sungguh mengerikan, “katanya. 

Turut hadir dalam kesempatan tersebut, Wakil Rektor I Universitas Wijaya Putra Dr. Taufiqurrahman SH MHum; serta Wakil Rektor II Universitas Wijaya Putra, Esa Wahyu Endarti SH MSi.

Komentar