Soal Kans Capres 2024, Puan Dinilai Harus Jadi Capres PDIP Jika Tak Ingin Diisi Pengkhianat

Namun, apabila PDIP tak mencalonkan Puan, dia meragukan kepatuhan tokoh tersebut kepada sang ketum dan para pendukung Soekarno.

Dia menilai bisa saja tokoh yang didukung itu akan meninggalkan PDIP dan dikendalikan oleh pihak-pihak di lingkaran Istana.
Dengan kata lain, lanjut dia, tak tertutup kemungkinan adanya figur yang bakal mengkhianati Megawati.

“Tapi, logika itu tak ubahnya pikiran semu. Sebab, jika PDIP mencalonkan tokoh lain selain Puan dan kemudian calon itu menang, maka belum tentu capres-cawapres terpilih itu akan tunduk dan patuh kepada Megawati bersama para pendukung Soekarnoisme lainnya. Bisa saja, tokoh yang didukung itu akan meninggalkan PDIP dan lebih nyaman bermain-main dan dikendalikan oleh pihak-pihak di lingkaran istananya setelah terpilih nanti,” kata dia.

“Artinya, seandainya capres PDIP yang bukan Puan menang, kemungkinan ia berkhianat kepada Bu Mega sangat tinggi. Belajar dari pengalaman tersebut, apakah itu yang diartikan sebagai ‘kemenangan’ oleh Bu Megawati dan PDIP? Apalagi kalau sampai tokoh non-Puan yang akan didukung PDIP itu kalah? Akan lebih tragis lagi,” lanjutnya.

Berdasarkan argumen-argumen itu, Umam menyebut PDIP harus realistis dalam memilih figur yang akan diusung. Menurut Umam, jika terjadi kemungkinan terburuk yakni capres usungan PDIP kalah, setidaknya bisa bertawar untuk ikut menjadi bagian dari pemerintahan.

“Karena itu PDIP harus realistis dengan mengajukan sebagai capres atau cawapres di Pilpres 2024 mendatang. Apalagi Puan adalah individu yang rasional. Artinya, jika Puan maju dan menang, tentu itu yang diharapkan. Tapi kalaupun Puan kalah, ia bisa nge-deal dengan kekuatan yang ada agar PDIP tetap bisa ikut menjadi bagian dari pemerintahan,” kata Dosen Ilmu Politik & International Studies, Universitas Paramadina itu.

Komentar