Tambang Di Pulau Wawonii: Keselamatan Ruang Hidup Puluhan Ribu Warga Terancam

JurnalPatroliNews – Sultra,-  Lebih dari 5 (lima) tahun warga di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara, berjuang mempertahankan ruang hidupnya dari ancaman tambang PT. Gema Kreasi Perdana (PT GKP). Perjuangan warga pulau kecil itu diperhadapkan dengan tindakan kekerasan, ancaman, dan intimidasi, baik oleh PT GKP maupun aparat Kepolisian dan TNI.

Tindakan represif itu diperparah dengan kriminalisasi terhadap warga penolak tambang, hingga pada Maret 2022 telah ada 29 warga dilaporkan ke polisi. Keberadaan PT GKP telah mengubah relasi sosial antar warga. Jika sebelumnya warga hidup rukun dan tenang, kini warga terpolarisasi menjadi kelompok pro dan kontra yang berujung terjadinya konflik sosial dalam rumah tangga, keluarga, dan kampung. Selain itu, konflik agraria terkait saling klaim atas kepemilikan lahan juga terjadi. PT GKP memanfaatkan warga pro tambang untuk mengklaim kepemilikan atas tanah warga penolak. Padahal, lahan-lahan yang diklaim itu telah dikelola lebih dari tiga generasi, dan tidak pernah terjadi sengketa atas tanah tersebut.

Sebaliknya, klaim sepihak kepemilikan atas tanah itu dimanfaatkan PT GKP untuk menerobos masuk, guna membangun jalan tambang (hauling) menuju konsesi tambang. Penerobosan lahan yang berulang kali dilakukan itu menyebabkan tanaman pertanian dan perkebunan yang penuh dengan tanaman jambu mete, kelapa, pala, kakao, dan sagu rusak parah.

 Sejumlah komoditas pertanian dan perkebunan itu adalah tulang punggung utama perekonomian warga selama lebih dari tiga generasi.

Potensi ancaman lainnya adalah terkait sumber air warga. Letak konsesi tambang yang berhimpitan langsung dengan sumber mata air membawa risiko besar akan terjadinya pencemaran yang bermuara pada terganggunya kesehatan warga. Dalam jangka panjang sumber-sumber air itu akan lenyap. Demikian juga dengan wilayah pesisir dan laut, ruang hidup nelayan, berpotensi tercemar material tambang.

Potensi ancaman yang demikian kompleks itu, menjadi alasan utama warga yang tetap teguh mempertahankan tanah-ruang hidupnya. Aksi penghadangan excavator PT GKP yang dilakukan perempuan petani pada 3 Maret lalu, misalnya, merupakan salah satu benteng terakhir warga untuk mempertahankan tanahnya.

Komentar