KPK Cegah 8 Pegawai BPK ke Luar Negeri Terkait Kasus Bupati Meranti

JurnalPatroliNews – Jakarta – KPK mencegah delapan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Riau terkait kasus dugaan suap Bupati Meranti nonaktif, Muhammad Adil. Permohonan pencegahan itu telah disampaikan ke Ditjen Imigrasi.

Plt juru bicara KPK Ali Fikri menyebut ada total 10 orang yang dicegah ke luar negeri. Selain 8 pegawai BPK Riau, terdapat dua orang swasta yang ikut dicegah.

Ali tidak merinci detail identitas delapan pegawai tersebut. Dia hanya mengatakan, pencegahan dilakukan karena keterangan mereka diperlukan untuk menguatkan pembuktian kasus Muhammad Adil.

“KPK mengajukan cegah untuk tetap berada di wilayah Indonesia terhadap 10 orang, 8 orang di antaranya pegawai BPK Perwakilan Riau dan 2 orang swasta” kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/5).

Pencegahan mereka berlaku enam bulan pertama dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan proses penyidikan.

“KPK mengharapkan sikap kooperatif dari para pihak tersebut untuk hadir dalam setiap penjadwalan pemanggilan yang disampaikan tim penyidik,” pungkas Ali.

Adil ditangkap KPK karena diduga menerima suap dari berbagai pihak senilai Rp 26,1 miliar.

Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama Fitria Nengsih dan M. Fahmi Aressa. Fitria ialah Kepala BPKAD Pemkab Meranti yang disebut-sebut juga punya hubungan dengan Adil. Sementara Fahmi ialah Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau.

Ada tiga kasus yang menjerat Adil. Dalam dua perkara, dia diduga sebagai penerima suap. Satu perkara lainnya, ia diduga sebagai penyuap.

Kasus pertama, dugaan korupsi terkait pemotongan anggaran OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti. Dalam kasus ini, Adil diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menyetorkan uang.

Sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU). Pemotongan dari masing-masing SKPD itu dikondisikan seolah-olah adalah utang pada Adil.

Setoran uang tunai itu kemudian dikumpulkan oleh Fitria. Fitria ialah Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti sekaligus adalah orang kepercayaan Adil. Setelah terkumpul, uang tersebut digunakan untuk kepentingan Adil di antaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonannya untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau di tahun 2024.

Kasus kedua, terkait penerimaan fee jasa travel umrah. Pada sekitar bulan Desember 2022, Adil menerima uang sejumlah sekitar Rp 1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah melalui Fitria. Selain menjadi orang kepercayaan Adil, Fitria juga disebut KPK sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah.

Uang diberikan karena diduga Adil memenangkan PT Tanur Muthmainnah dalam proyek pemberangkatan umrah bagi para takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

PT Tanur Muthmainnah mempunyai program setiap 5 takmir yang diberangkatkan umrah, maka akan menggratiskan satu orang takmir ikut berangkat.

Namun ternyata, biaya gratis itu justru dibebankan ke APBD oleh Adil dan Fitria. Dan dana yang terkumpul Rp 1,4 miliar masuk ke kantong Adil.

Dari pemeriksaan awal, penyidik menemukan dugaan bahwa Adil menerima uang korupsi hingga Rp 26,1 miliar dari sejumlah pihak.

Dalam dua kasus tersebut, Adil dijerat sebagai pihak penerima suap, dijerat Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Selain dua kasus di atas, Adil juga dijerat sebagai tersangka pemberi suap. Ia diduga menyuap auditor BPK agar Pemkab Kepulauan Meranti memperoleh predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).

Komentar